Harimau Sumatera Keluar dari Hutan Solok Diduga Ulah Tukang Pikat Burung, Ini Penjelasan BKSDA Sumbar

BBKSDA Sumbar menduga alasan harimau sumatera berkeliaran hingga masuk ke halaman masjid di Kabupaten Solok karena habitatnya diganggu.

Riki Chandra
Sabtu, 01 Juni 2024 | 06:10 WIB
Harimau Sumatera Keluar dari Hutan Solok Diduga Ulah Tukang Pikat Burung, Ini Penjelasan BKSDA Sumbar
Harimau Sumatera di Ragunan. (Facebook/ Anies Baswedan)

SuaraSumbar.id - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat (BBKSDA Sumbar) menduga alasan harimau sumatera berkeliaran hingga masuk ke halaman masjid di Kabupaten Solok karena habitatnya diganggu aktivitas manusia.

"Harimau yang keluar dari habitatnya itu disebabkan karena adanya aktivitas beberapa orang, tetapi bukan masyarakat sekitar yang masuk dalam habitat tersebut untuk melakukan pemikatan burung," kata Plh Kepala BKSDA Sumbar Dian Indriati, Jumat (31/5/2024).

Diketahui, publik baru saja digegerkan dengan penampakkan Harimau Sumatera di pekarangan Masjid Alisma Alius Lubuk Selasih, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok pada Kamis (30/5/2024) dini hari.

Menurutnya, para pemikat burung tersebut takut akan kemunculan harimau sehingga mereka menggunakan bunyi-bunyian yang membuat harimau itu takut dan keluar dari habitatnya, akhirnya memasuki pekarangan masjid.

Dian juga menjelaskan alasan lain yang menyebabkan harimau itu bisa masuk ke pekarangan masjid lantaran area di sekitar masjid merupakan hutan konservasi dan hutan lindung.

"Karena lingkungan masjid tersebut dikelilingi oleh hutan konservasi dan hutan lindung," ungkapnya.

Kendati demikian, ia mengatakan tim BBKASDA bersama tim gabungan dan pemerintah daerah setempat sudah melakukan berbagai upaya untuk menggiring kembali harimau tersebut ke hutan atau habitatnya.

"Tim gabungan sudah berada di lokasi kejadian untuk melakukan upaya mitigasi dan mengedukasi agar masyarakat tenang," katanya.

Selain itu, tim juga melakukan upaya penggiringan satwa ke habitatnya yang berbatasan langsung dengan habitatnya di kawasan hutan. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat tenang dan tidak terdapat korban jiwa baik dari pihak manusia maupun satwa.

Dian juga mengimbau agar masyarakat tidak melakukan penangkapan, melukai atau bahkan membunuh satwa yang dilindungi. Bagi yang melakukan hal tersebut akan mendapat sanksi berdasarkan pasal 40 Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAHE).

Bagi siapa pun yang melanggar undang-undang tersebut akan dikenai sanksi penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak