SuaraSumbar.id - Sosok Anies Baswedan memiliki silsilah keluarga nan terdidik. Ayahnya, Awad Rasyid Baswedan dikenal sebagai seorang akademisi sama seperti Anies Baswedan.
Sang kakek, Abdurrahman Baswedan atau lebih dikenal AR Baswedan ialah jurnalis yang aktif dalam perjuangan kemerdekaan RI.
Semasa hidupnya, sang kakek terkenal sebagai jurnalis aktif dengan tulisan kritisnya terhadap perjuaangan kemerdekaan RI. Selain itu, ia juga merupakan seorang diplomat yang diberi gelar pahlawan nasional.
Kakek dari Anies Baswedan lahir di Surabaya pada 9 September 1908. Semasa hidupnya, ia mengawali pendidikan madrasah Al-Khairiyah Surabaya sejak usia 5 tahun yang kemudian melanjutkan ke Madrasah Al-Irsyad Jakarta.
Baca Juga:Nelayan Peduli Sampah Pantai Padang Dapat Hadiah Umrah dari Gubernur Sumbar
Sempat ke Jakarta, namun AR Baswedan kemudian kembali ke Surabaya. Di sekolah Hadramaut School Surabaya, A.R. Baswedan tumbuh ketertarikan A.R. Baswedan terhadap sastra Arab.
Hadramaut School juga menjadi tempat ia mengasah kemampuan berpidato. Dia kemudian dilibatkan oleh KH. Mas Mansoer, seorang tokoh agama guna mengikuti dakwah di berbagai daerah.
Pada 1925, A.R. Baswedan menikahi seorang perempuan bernama Sjaichun (Syeikhun). Keduanya dikaruniai 9 orang anak dan salah satunya adalah Awad Rasyid Baswedan (ayah Anies Baswedan).
Setelah 23 tahun menikah Sjaichun meninggal pada 1948 akibat malaria. Beberapa waktu berlalu, AR Baswedan menikah lagi dengan perempuan bernama Barkah Ganis. Dari pernikahannya yang kedua, A.R. Baswedan dikaruniai 2 orang anak.
Diketahui semasa hidupnya A.R. Baswedan hidup dengan sangat sederhana yang kemudian dikatakaan jika sang kakek tidak memiliki rumah sampai akhir hidupnya.
Baca Juga:Kawasan Perhutanan Sosial di Sumbar Bertambah 50,4 Hektare Selama 2023
AR Baswedan wafat di usia 77 tahun tepatnya di 1986. Melansir sejumlah sumber, A.R. Baswedan merupakan jurnalis berdedikasi nan berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan RI.
Artikel-artikel kritisnya muncul di media-media nasional, dan ia pernah menjadi redaktur serta pemimpin redaksi di surat kabar terkemuka seperti Sin Tit Po dan Matahari.
Pada 1934, A.R. Baswedan menggerakkan pemuda keturunan Arab gunaberperang melawan Belanda melalui tulisan di surat kabar Matahari, Semarang.
AR Baswedan menyertakan foto dirinya mengenakan busana Jawa di artikel tersebut. Walau memunculkan kontroversi, foto ini akhirnya menjadi taktik berharga menyatukan pemuda keturunan Arab dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan prinsip ius soli, “di mana aku lahir, di situlah tanah airku.”
Berkat foto serta tulisan kritik dari A.R. Baswedan, pemuda keturunan Arab tergerak berkomitmen menyatakan Indonesia sebagai tanah air.
Hal ini sangat berarti bagi masa perjuangan kemerdekaan Indonesia dikarenakan jika keturunan Arab memiliki kelahiran di negeri Arab.
Terinspirasi dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, para pemuda keturunan arab pun disatukan oleh A.R Baswedan di Semarang. A.R. Baswedan yang masih berumur 27 tahun mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI) guna mendukung kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda Arab bersumpah memenuhi kewajiban terhadap Bangsa Indonesia.
Bersama PAI, ia aktif dalam perjuangan nasional dan bergabung dalam Gerakan Politik Indonesia (GAPI) yang dipimpin oleh M.H. Thamrin.
A.R. Baswedan juga terlibat dalam BPUPKI menjelang kemerdekaan guna ikut menyusun UUD 1945 serta pernah menjadi Wakil Menteri Penerangan Indonesia ke-2.
A.R. Baswedan pernah ditahan saat masa pendudukan Jepang di tahun 1942.
Di 1948 Ia pun juga mempertaruhkan nyawa saat membawa surat pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Mesir.
Pada saat yang sama, kedaulatan Indonesia kembali terancam lewat kedatangan pasukan sekutu.
Mereka menguasai banyak tempat termasuk bandara yang dilalui oleh A.R. Baswedan. Berkat kecerdikannya yang menyembunyikan dokumen di kaus kaki, AR Baswedan berhasil.
Surat pengakuan inilah yang pada akhirnya membuat Indonesia mendapat pengakuan penuh sebagai negara merdeka.
A.R. Baswedan wafat pada 1986. Ia dimakamkan di TPU Tanah Kusir berdampingan dengan para pejuang yang menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
Sejumlah koleksi buku-buku berjumlah lebih dari 5.000 buku. Buku-buku tersebut sempat dijadikan perpustakaan di rumah mereka yang lama namun kini dirawat dan tersusun rapi di rumah Anies Baswedan.
Selain pemberian gelar Pahlawan Nasional, semasa hidupnya negara telah memberikan sejumlah penghargaan untuk A.R. Baswedan atas perjuangannya untuk bangsa. Beberapa di antaranya adalah:
1992, Dianugerahkan Bintang Mahaputra Utama kepada A.R. Baswedan atas kontribusi besarnya dalam menyusun UUD 1945 melalui BPUPKI
1995, Piagam penghargaan dari Duta Mesir untuk Indonesia, Sayed K El Masry, yang berisikan perjanjian persahabatan RI-Kerajaan Mesir pada 10 Juni 1947
1995, Aljazair memberikan medali kepada A.R. Baswedan atas pertemanannya dengan tokoh Aljazair dan sebagai apresiasi karena telah memberikan bantuan moril atas peristiwa Revolusi Aljazair 1 November 1954
2013, Presiden Susilo Bambang Yoedhoyono menganugerahi A.R. Baswedan Bintang Mahaputra Adipradana. Sebagai tanda kehormatan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan NKRI.
Pada November 2018, Abdurrahman Baswedan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta.
Jasa-jasanya memperjuangkan kemerdekaan selama hidupnya akhirnya diakui. Usulan ini sebenarnya sudah diajukan sejak 2010 oleh Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Sultan Hamengku Buwana X dan Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto.