SuaraSumbar.id - Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal diklaim tidak akan merusak lingkungan. Hal itu ditegaskan oleh Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Herry Martinus.
Menurut Herry, PLTP justru bisa menjaga kelestarian lingkungan di sekitar lokasi eksplorasi energi panas bumi untuk menjaga kestabilan curah hujan.
"Karena dia (geothermal) punya kepentingan menjaga hutan wilayah setempat untuk tetap terjaga sehingga curah hujan di sana bisa maksimal, sebagaimana kondisi sekarang. Karena dia berkepentingan menjaga penyerapan air," kata Herry, Senin (13/11/2023).
Herry mencontohkan jika sebuah perusahaan penggarap geothermal mendapatkan izin lahan seluas 5 ribu hektare, yang akan dibangun untuk tempat pembangkit hanya sekitar 50 hektare, atau hanya 1 persen nya saja.
Tapi perusahaan akan berusaha menjaga keseluruhan 5 ribu hektare lahan tersebut agar tetap lestari. Tujuannya supaya kelembaban tanah dan curah hujan di wilayah tersebut tetap maksimal.
"Luasan izin yang diberikan itu umumnya memang sangat luas karena meliputi sebuah kesatuan sistem panas bumi, tapi bukan berarti semuanya akan dipakai untuk pembangunan pembangkit listrik," jelasnya.
Herry menginginkan pemahaman seperti ini harus disampaikan kepada masyarakat. Karena masih ada sebagian kecil masyarakat yang terprovokasi isu-isu negatif yang menyebutkan geothermal akan memakan banyak lahan serta merusak lingkungan serta mengakibatkan bencana kekeringan.
"Justru geothermal akan berusaha mencegah kekeringan," katanya lagi.
Secara keseluruhan, di Sumbar terdapat potensi energi panas bumi sebanyak 1.700 megawatt (MW). 1.700 MW ini menurut Herry tersebar di 18 titik yang berada di sepanjang bukit barisan.
Itu berada di Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Agam. Tapi energi panas bumi yang sudah berjalan baru ada di Solok Selatan, yang dikelola oleh PT. Supreme Energy Muara Laboh sejak 2019 lalu. Di Solsel lanjut Herry kapasitas yang dihasilkan 110 MW.
Selain itu, ada 5 titik lagi yang sudah mendapatkan izin Wilayah Kerja Penambangan (WKP) yaitu di Gunung Talang, Solok, WKP Sumani, Solok, wilayah penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi (WPSPE) Bonjol, Pasaman.
Kemudian WSPE Tandikek di Kabupaten Agam, Tanah Datar dan Padang Pariaman. Satu lagi adalah pengembangan tahap dua PLTP di Solok Selatan.
Herry mengatakan pemerintah daerah sudah berusaha melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai banyaknya manfaat yang dirasakan bila di daerah mereka geothermal berdiri. Terutama masyarakat di hulu yang sebagian warganya masih menolak kehadiran geothermal.
Pemda sudah pernah mengajak perwakilan masyarakat dan juga tokoh-tokoh melakukan studi banding melihat keberhasilan geothermal di daerah lain seperti di Solok Selatan. Setelah itu, sudah banyak masyarakat yang mulai menerima kehadiran geothermal.
Sekarang Herry berharap tokoh-tokoh masyarakat turut membantu sosialisasi bahwa geothermal tidak merusak lingkungan dan justru memberikan banyak dampak positif bagi kehidupan, terutama di bidang ekonomi.
"Secara PAD, ada beberapa. Pertama daerah bagi hasil untuk pusat provinsi dan daerah penghasil. Kemudian daerah penghasil itu dia juga mendapatkan CSR. Kemudian ada ada namanya bonus produksi," jelasnya.
"Bonus produksi itu besar Kemudian ada keuntungan lain dalam tahap pembangunan seperti penyerapan tenaga kerja. Akan banyak multiplier effect yang dirasakan masyarakat. Terutama daerah setempat. Jadi saya pikir ini sudah merupakan suatu keniscayaan," pungkasnya.
Kontributor : B Rahmat