SuaraSumbar.id - Owner WH8 menggugat Perusahaan Umum Daerah Padang Sejahtera Mandiri (PSM) ke Pengadilan Negeri Padang. Diketahui, WH8 merupakan toko yang menyediakan ragam barang elektronik sekaligus penyedia jasa.
Berdasarkan putusan Nomor 241/pdt.G/2022/PN.Pdg, Wudi selaku suplayer menggugat PSM yang dinilai tidak kooperatif dalam menyelesaikan pembayaran terhadap barang dan jasa yang disediakan toko miliknya.
Menurut Wudi, antara WH8 dengan PSM telah melangsungkan jual beli barang seperti AC, komputer dan lain-lain sejak tahun 2020.
"Sejak tahun 2020 sudah ada transaksi rutin antara WH8 dengan PSM. Waktu itu pembayarannya lancar-lancar saja, paling telat satu bulan namun tidak masalah karena waktu itu komunikasinya lancar dan ada komitmen untuk membayar," kata owner WH8, Wudi Hamdani, Senin (6/11/2023).
Sejak tahun 2021 hingga kini, komunikasi Wudi dengan pihak PSM mulai tidak lancar. Bahkan, saat dia menagih pembayaran barang dan jasa, tidak ada kejelasan dan kepastian dari pihak PSM itu sendiri.
"Padahal sebelum-sebelumnya saya selalu dikasih jadwal kapan tanggal dibayar, jadi walaupun telat satu atau dua bulan saya masih bisa tenang karena sudah ada komitmen dari pihak PSM," tambahnya.
Terhitung dari tahun 2021, total hutang pembayaran barang dan jasa PSM kepada toko WH8 mencapai Rp 457.192.550. "Setiap saya tagih, pihak PSM selalu bilang tidak ada uang, tidak ada dana untuk pembayaran. Padahal, barang kami dipakai juga untuk keperluan operasional, belum lagi jasa-jasa perbaikan," tuturnya.
Meski begitu, hingga saat ini Wudi masih memberi kesempatan kepada pihak PSM untuk segera menyelesaikan pembayaran tersebut.
Menanggapi hal itu, Dirut Perumda PSM, Rico Rahmadian Albert membenarkan bahwa PSM memang masih memiliki hutang kepada rekanan (WH8) tahun 2020-2021.
"Waktu itu saya belum masuk. Kemarin itu berproses di pengadilan sebagai kelengkapan syarat untuk dilakukan pembayaran," katanya.
Diakuinya, bukti-bukti secara pengadaan waktu itu belum lengkap. Dengan adanya putusan pengadilan sebagai penguat, tentu bisa dilakukan pembayaran secepatnya.
"Jadi putusan pengadilan itu menguatkan kita. Bahwa kita sudah bisa melakukan pembayaran terhadap beban yang masih ada," tuturnya.
Kemudian untuk proses pembayaran, PSM sebagai BUMD segala sesuatu yang akan dibayarkan harus tercatat di dalam Rencana Kerja Angggaran (RKH).
"Makanya kami tawarkan untuk solusinya akan dimasukkan ke dalam RKH 2024 dan dilakukan pembayaran secara bertahap atau cicil," ungkapnya.
Menanggapi tawaran itu, kata Riko, pihak rekanan ini minta agar pembayaran setengahnya untuk tahap awal. Namun hal itu belum ada kesepakatan. "Bisa kita lakukan pembayaran seperti yang diminta, tapi kita harus mediasi dulu dan minta persetujuan dari KPN atau pemilik modal," bebernya.
Riko menegaskan bahwa pembayaran belum bisa dilakukan bukan karena adanya peralihan manajemen. Tapi memang karena terkendala dokumen pendukung belum lengkap.
"Vendor mendesak pembayaran adalah hal yang wajar dan PSM pun wajib untuk membayar. Namun sekali lagi PSM ini dalam melakukan pembayaran harus sesuai prosedur keuangan tata kelola perusahaan," tegasnya.