SuaraSumbar.id - Hasil karya Rumah Batik Dewi Busana Lunang sudah 'terbang' ke Belanda hingga Amerika Serikat. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) itu mampu melewati pandemi Covid-19 dengan ragam ivonasi yang berhasil menggenjot pendapatan. Kain batiknya rutin keliling Nusantara dengan jasa kurir PT Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) saat virus corona mengisolasi pergerakan masyarakat di Indonesia. Bagaimana kisahnya?
Rumah Batik Dewi Busana Lunang berada di Nagari Lunang, Kecamatan Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar). Usaha batik itu dirintis sejak 2012 oleh ibu rumah tangga (IRT) bernama Dewi Hapsari Kurniasih. Keinginannya membatik berawal dari keprihatinan terhadap eksistensi batik tanah liek motif terumbu karang asli Pesisir Selatan yang sulit ditemukan.
"Kita punya motif, tapi mencetaknya di Jawa. Kami termotivasi untuk mengeksiskan kembali batik khas dari Pesisir Selatan itu," kata Dewi memulai perbincangan dengan SuaraSumbar.id, Jumat (24/3/2023) sore.
Dewi mulai membatik setelah mendirikan toko busana (butik). Darah membatiknya ternyata memang sudah mengalir dari keluarga yang berasal dari Pulau Jawa. Dulu, sang kakek juragan batik di Yogyakarta. Perempuan 47 tahun itu lahir di Ranah Minang karena orang tuanya berstransmigrasi ke Lunang Silaut tahun 1973 silam.
Baca Juga:Pakai Batik Hingga Jersey Timnas di Panggung Hammersonic 2023, Vokalis Trivium: Aku Cinta Indonesia!
Dewi pun belajar ke para pengrajin batik di Kecamatan Lunang. Mula-mula, produksi batik yang digelutinya secara manual, baru sebatas dijadikan untuk pakaian sendiri dan keluarga. Setahun berjalan, ia mengajukan proposal bantuan peralatan untuk pengembangan usaha batik printing. Alhasil, bantuan tersebut diperolehnya tahun 2013-2014.
"Kami dapat bantuan peralatan printing manual dari pemerintah pusat. Gedung untuk produksinya dikasih juga sama pemerintah daerah Pesisir Selatan," kata Sarjana Tata Busana Universitas Negeri Padang (UNP) itu.
Dewi mengaku memilih batik printing karena produksinya mudah dan harganya terjangkau. Pemasaran batiknya pun tidak terlalu rumit, seperti batik cap dan tulis yang biasanya dipesan oleh kalangan menengah ke atas. "Batik printing murah dan mudah. Biasanya digunakan untuk seragam. Alhamdulillah awal-awal itu langganan kami cukup banyak dari pemerintah dan masyarakat di Pesisir Selatan," katanya.
Sejak saat itu, Rumah Batik Dewi Busana Lunang mulai memproduksi batik printing jenis tanah liek. Ia memberdayakan ibu-ibu rumah tangga hingga melatih lulusan SMA yang belum melanjutkan kuliah untuk membatik. "Saya berdayakan masyarakat sekitar rumah saja. Hitung-hitung cari duit tambahan bagi ibu rumah tangga yang mau, daripada ngerumpi," bebernya yang enggan merinci omzet awal usahanya berjalan.
Dewi tak hanya puas dengan batik printing. Ia terus mengasah kemampuannya membatik dengan mengikuti ragam pelatihan di berbagai daerah. Mulai dari pelatihan pembuatan batik cap hingga batik tulis. Sekitar tahun 2018, Rumah Batik Dewi Busana Lunang mulai mengembangkan tiga jenis produksi batik; batik printing, batik tulis atau batik tradisional dan batik cap.
Baca Juga:Konser di Indonesia, Treasure Ungkap Keinginan Keliling Jakarta, Bikin Batik Hingga Makan Sate
Motif batik yang dilahirkan Dewi betul-betul mengambarkan identitas Minangkabau. Hal ini pula yang mengundang perantau dari dalam dan luar negeri memesan batiknya. Sejak mengembangkan tiga jenis batik itu pula, pemasaran batik Dewi makin berkembang dan menyasar berbagai daerah di Sumbar. Bahkan, pasarannya sudah tembus ke Jambi, Riau, Bengkulu, Medan, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga ke Belanda dan Kanada.