SuaraSumbar.id - Wakil Ketua Dewan Pers, Agung Darmajaya mengatakan di era media digital tumbuh sangat banyak. Namun, pertumbuhan tersebut justru tidak memberikan dampak baik.
"Tapi kadang kita lupa media tumbuh berkembang banyak, tapi jadi sampah,” kata Agung dalam kegiatan Local Media Summit (LMS) 2022 di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (27/10/2022).
LMS digelar oleh Suara.com bekerja sama dengan International Media Support (IMS) yang diikuti sekitar 300 media lokal dari seluruh Indonesia.
Menurut Agung, yang perlu dipikirkan saat ini adalah bagaimana keberlangsungan media yang ada saat ini. Di tengah kompetisi semakin ketat, pemilik media butuh kreativitas, inovasi.
Baca Juga:Buntut 'Pencekalan' oleh Stasiun TV, Susno Duaji akan Kirim Surat ke KPI
“Kalau bicara regulasi sudah khatam. tapi bagaimana setelah hadir, bagaimana mereka hidup,” tuturnya.
Tantangan ke depan, menurut Agung, kode etik menjadi penting di atas segalanya dan juga dampak dari pemberitaan itu.
“Membuat berita jangan hanya membuat gaduh. Kita bicara tidak hanya konten media, tapi juga knowledgenya dan keberlangsungannya,” ujar Agung.
Sementara itu, Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menambahkan kegiatan media sangat berkait erat dengan kegiatan literasi. “Media apapun akan ditinggal kalau tidak mendidik,” ujarnya.
Karena itu menurutnya wartawan dalam menulis harus berbasi literatur dan perpustakaan adalah tempat yang tepat untuk dijadikan rujukan.
Baca Juga:Dewan Pers Terima 401 Aduan Berita Salah, 99 Persen dari Media Online
Menurut Syarif, Perpustakaan Nasional menyedikan tempat khusus bagi wartawan yang ingin mencari literatur untuk beritanya di lantai 24
.
“Kami sedaiakan data untuk dikelola, minta ini buku diantar pustakawan. Bacaan paling fundamental di dunia manapun itu di media. Saya selalu mengatakan alangkah ruginya kita bangun pagi-pagi yang terjadi pembunuhan, penipuan terus kapan ktia dididik baik-baik,” ujarnya.
Menteri itu Menteri PAriwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengucapkan selamat atas pelaksanaan LMS 2022.
“Acara ini merupakan kegiatan yang dilaksankan Suara.com yang diisi beberapa kegiatan. Semoga bisa menumbuhkan semangat berkarya para CEO, pemilik media lokal,” kata SAndiaga.
Sebelumnya, Pemimpin Redaksi Suara.com, Suwarjono mengaku surprise atas antusiasme para pemilik media lokal dalam event yang baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia itu.
Menurutnya, banyak hal menarik yang akan dibahas di LMS 2022, terutama terkait perkembangan media lokal baik dari segi konten maupun dari segi bisnis.
Suwarjono mengatakan, tantangan media lokal saat ini adalah keberlanjutan dari segi bisnisnya. "Hampir sebagian besar pemilik media lokal adalah jurnalis yang tahu konten, tapi tidak tahu soal bisnisnya,” kata Suwarjono saat sambutan acara pembukaan LMS 2022.
Menurutnya, bisnis media era digital saat ini tidak hanya fokus membuat konten, tapi juga harus memikirkan infrastrukturnya agar konten yang diproduksi bisa dibaca banyak orang.
“Bagi teman-teman sekarang yang jadi pemilik media di mana basicnya jurnalis di daerah, yang harus kita pelajari tidak hanya konten. Konten hanya sebagian kecil,” kata Suwarjono.
Menurut Suwarjono, ada beberapa hal yang akan dibahas dalam pertemuan ini. Pertama adalah adanya kesenjangan pengetahuan antara media di Jakarta dengan daerah terkait pengetahuan digital, teknologi, dan bisnis model.
“Paling banyak ke depan adalah melakukan eksperimen baru karena belum menemukan titik keseimbangan baru bagi media publisher,” ujarnya.
Suwarjono mengatakan, model lama bisnis media lokal yang berbasis iklan dan langganan sudah ketinggalan ketika diterapkan ke media baru. “Ini karena orang Indonesia tidak mau berlanggangan tidak mau membeli sebuah konten. Dan ini menjadi tantangan cukup berat. Iklan sangat tidak mendukung terhadap pola kerja publisher,” jelas Suwarjono.
Sementara bisnis model saat ini yang mengandalkan pageviews, akan berhadapan dengan konten receh, hantu, prank dan hoaks.
“Konten receh dengan konten jurnalisme yang pembacanya kecil, secara iklan kalah harganya. Tantangan cukup besar bagi kita untuk beradaptasi, berubah. Poinnya kalau itu diteruskan nasib jurnalisme kita bisa habis kalau model bisnis tetap sama,” ujar dia.