Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Rabu, 21 Mei 2025 | 19:46 WIB
Mantan Kapolres Solok Selatan AKBP Arief Mukti usai menjadi saksi di Pengadilan Negeri Kelas I A Padang pada Rabu (21/5/2025). [Dok. Antara/ Fathul Abdi]

SuaraSumbar.id - Sidang kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar), kembali bergulir di Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Rabu (21/5/2025).

Kali ini, mantan Kapolres Solok Selatan, AKBP Arief Mukti, yang kini bertugas di Mabes Polri, dihadirkan sebagai saksi sekaligus korban dalam persidangan dengan terdakwa mantan Kabagops Polres Solok Selatan, Kompol Dadang Iskandar.

Sidang lanjutan ini menjadi sorotan karena menghadirkan saksi kunci yang turut menjadi sasaran dalam insiden penembakan tragis yang terjadi pada bulan November 2024.

AKBP Arief Mukti hadir mengenakan kemeja hitam bercorak saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim yang diketuai Adityo Danur Utomo.

"Pada saat kejadian, saya sedang tidur di rumah dinas. Tiba-tiba terdengar suara letusan diiringi bunyi kaca pecah. Saya langsung terbangun dan memanggil anggota di ruangan sebelah," ujar Arief saat bersaksi.

Kesaksiannya memperkuat dakwaan terhadap terdakwa Dadang Iskandar, yang saat kejadian menjabat sebagai Kepala Bagian Operasional (Kabagops) Polres Solok Selatan.

Insiden penembakan di Solok Selatan itu juga menewaskan AKP Ulil Riyanto Anshar, Kasatreskrim Polres Solsel.

Usai mendengar letusan, Arief langsung berlindung bersama anggota. Tak lama, ia keluar dan melihat kendaraan yang dikemudikan oleh terdakwa melaju meninggalkan lokasi kejadian.

Ia tidak melihat langsung wajah pelaku, namun mendapati bahwa mobil tersebut milik Dadang Iskandar.

Beberapa saat setelah itu, Kepala Bagian Operasional Satuan Reserse Kriminal Polres Solsel Abdul Rahim datang dan menginformasikan bahwa AKP Ulil Riyanto Anshar tewas ditembak.

Ulil merupakan salah satu perwira yang kerap menangani kasus tambang ilegal di wilayah tersebut.

"Saya langsung perintahkan tim Reskrim untuk mengejar pelaku. Sementara Kasat Lantas saya tugaskan untuk membawa korban ke puskesmas terdekat, berharap masih bisa tertolong," ungkap Arief.

Dalam persidangan, JPU juga mengungkapkan bahwa motif penembakan berawal dari ketegangan antara korban dan terdakwa terkait penindakan aktivitas tambang batu dan pasir ilegal.

Dadang diduga meminta agar sopir truk tambang yang diamankan Satreskrim dibebaskan, namun permintaan itu ditolak oleh Ulil.

Penolakan ini diduga menjadi pemicu konflik yang berujung pada peristiwa berdarah tersebut. Saat bertemu di kantor Polres, Dadang disebut mencoba bersalaman dengan Ulil namun diabaikan.

Ketika meminta kembali agar sopir dilepas, Ulil hanya menjawab, “Sebentar, sebentar,” yang kemudian diduga menyinggung perasaan terdakwa.

“Saya tidak tahu bahwa ada kaitan antara aktivitas tambang ilegal dengan terdakwa. Saat itu, hubungan kami tidak ada masalah,” terang Arief.

Sidang ini ditangani oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) gabungan dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Sumbar, Kejaksaan Negeri Padang, dan Kejaksaan Negeri Solok Selatan.

Terdakwa Dadang Iskandar didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, yang masing-masing diperkuat dengan Jo Pasal 54 KUHPidana.

Persidangan telah digelar sebanyak tiga kali, dengan sejumlah saksi penting yang telah dihadirkan. Kasus penembakan polisi oleh polisi ini menjadi perhatian publik karena melibatkan perwira aktif di jajaran kepolisian daerah.

Hingga saat ini, proses hukum terus bergulir, dengan majelis hakim akan menjadwalkan sidang berikutnya untuk mendengarkan keterangan saksi tambahan serta menghadirkan ahli balistik dari Laboratorium Forensik Polri.

Dengan kehadiran mantan Kapolres Solok Selatan sebagai saksi sekaligus korban, persidangan ini diperkirakan akan menjadi titik krusial dalam pembuktian unsur kesengajaan dalam kasus penembakan yang menewaskan anggota polisi tersebut. (Antara)

Load More