Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Selasa, 15 April 2025 | 19:09 WIB
Ilustrasi hiburan malam. [Dok. ChatGPT]

SuaraSumbar.id - Pemkab Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), resmi mengeluarkan kebijakan untuk membatasi jam operasional hiburan malam seperti orgen tunggal dan kegiatan sejenis hanya hingga pukul 23.30 WIB.

Kebijakan ini diambil sebagai langkah strategis untuk mengantisipasi potensi degradasi moral generasi muda di wilayah tersebut.

Langkah ini diumumkan langsung oleh Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis, usai rapat koordinasi bersama berbagai pihak di Parik Malintang pada Selasa (14/4/2025).

Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis (tiga kanan) memimpin rapat terkait jam operasional hiburan malam di Parik Malintang. [Dok. Antara]

Menurut John Kenedy Aziz, kebijakan ini merupakan respon atas banyaknya keluhan masyarakat terkait aktivitas hiburan malam yang kerap berlangsung hingga dini hari dan dianggap memicu keresahan sosial.

"Ini adalah bentuk komitmen kita dalam menjaga ketertiban dan moralitas masyarakat. Jika ada yang melanggar aturan pembatasan waktu ini, akan kami tindak tegas," kata John Kenedy, dikutip dari Antara.

Dia menjelaskan bahwa pembatasan operasional hiburan malam di Padang Pariaman ini akan dituangkan dalam revisi peraturan daerah (perda) yang saat ini tengah difinalisasi bersama para pemangku kepentingan. Kesepakatan tersebut akan segera disosialisasikan kepada masyarakat.

"Pengawasan terhadap hiburan malam ini perlu dilakukan oleh seluruh unsur masyarakat, mulai dari pemerintah nagari, tokoh adat, tokoh agama hingga pemilik hajatan," katanya.

Menurutnya, kegiatan hiburan malam yang tidak terkendali dikhawatirkan menjadi pemicu meningkatnya pesta minuman keras, peredaran narkoba, hingga praktik seks bebas yang membahayakan generasi muda.

Aktivitas hiburan yang berlangsung hingga subuh juga disebut mengganggu ketenangan lingkungan dan mengarah pada potensi tindak kriminalitas.

Meski begitu, Pemkab tetap membuka ruang bagi pelaku seni dan masyarakat untuk tetap berkreasi, namun dalam koridor waktu yang telah ditentukan. Pemerintah daerah tidak ingin mematikan kreativitas warga, namun tetap harus mengutamakan keamanan dan kenyamanan sosial.

"Pembatasan ini bukan untuk melarang kreativitas, tetapi untuk menjaga keseimbangan antara hiburan dan norma sosial. Generasi muda harus diselamatkan dari pengaruh buruk yang berawal dari kegiatan malam yang tak terkontrol," ujar John.

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Padang Pariaman, Buya Sofyan M Tuangku Bandaro, memberikan dukungan penuh atas kebijakan yang diambil pemerintah. Ia menyebut langkah ini sejalan dengan nilai-nilai keagamaan dan prinsip amar makruf nahi munkar.

"Kami mendukung langkah Pak Bupati. Ini adalah bentuk nyata dari upaya mencegah kemungkaran dan menyelamatkan masyarakat dari pengaruh negatif," katanya.

Hingga saat ini, Pemkab Padang Pariaman terus memperkuat pengawasan dan menyusun strategi pelibatan masyarakat secara langsung dalam menegakkan aturan tersebut. Sosialisasi ke tingkat nagari dan pemilik hajatan juga tengah berlangsung agar kebijakan ini dapat dijalankan secara efektif.

Dengan adanya pembatasan jam hiburan malam di Padang Pariaman, pemerintah berharap dapat menurunkan angka kejahatan, peredaran narkotika, dan perilaku menyimpang lainnya yang selama ini kerap terjadi usai tengah malam. Kebijakan ini juga diharapkan mampu membangun budaya positif yang lebih sehat bagi generasi muda di daerah tersebut.

Sebelumnya, anggota Komisi XIII DPR RI asal Sumbar, Arisal Aziz, menegaskan pentingnya pembatasan jam operasional hiburan malam di Ranah Minang.

Pembatasan jam itu merupakan bentuk langkah konkret dalam mencegah maraknya penyakit masyarakat seperti penyalahgunaan narkotika, minuman keras, dan pergaulan bebas yang makin menjadi-jadi di Sumbar.

Menurut Arisal, hiburan malam yang marak digelar di hampir seluruh kabupaten dan kota di Sumbar kerap berlangsung hingga dini hari, bahkan hingga menjelang shalat subuh.

Kondisi ini dinilai membuka celah bagi generasi muda terlibat dalam aktivitas yang menyimpang dari norma adat di Minangkabau dan juga norma hukum.

“Jika dibiarkan tanpa batasan, hiburan malam seperti orgen tunggal akan menjadi ruang bebas bagi praktik yang merusak moral dan masa depan generasi muda,” ujar Arisal, dikutip dari Antara, Senin (14/4/2025).

Politisi PAN itu menyoroti bahwa fenomena ini tidak sejalan dengan falsafah adat Minangkabau yakni Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

Atas dasar itu, Arisal mengusulkan agar pemangku kepentingan seperti Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) dan pemerintah daerah segera merumuskan regulasi yang mengatur pembatasan jam hiburan malam maksimal hingga pukul 21.00 WIB.

“Adat Minang sangat menjunjung nilai religiusitas dan moral. Jika hiburan malam tidak dibatasi, ini bertentangan dengan jati diri masyarakat kita,” tegasnya.

Usulan ini disebut Arisal sebagai langkah pencegahan terhadap meningkatnya kasus narkoba di Sumbar, yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren mengkhawatirkan.

Untuk diketahui, data Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa Sumbar termasuk provinsi dengan tingkat kerawanan narkotika yang tinggi di luar Pulau Jawa.

Tak hanya itu, laporan dari Polda Sumbar juga menunjukkan bahwa sejumlah kasus kriminalitas yang terjadi di malam hari memiliki keterkaitan dengan aktivitas hiburan malam yang tak terkendali, terutama di kawasan pinggiran kota.

Meski memahami bahwa pembatasan ini dapat menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, Arisal menegaskan bahwa keselamatan dan masa depan anak kemenakan harus menjadi prioritas utama.

“Saya yakin jika semua elemen masyarakat sepakat, termasuk pelaku usaha hiburan, kita bisa menemukan titik tengah demi menjaga ketertiban sosial di Ranah Minang,” tambahnya.

Ia juga mendorong tokoh adat, ulama, dan akademisi di Sumatera Barat untuk bersama-sama menyuarakan pentingnya pengaturan operasional hiburan malam agar sejalan dengan nilai-nilai budaya Minangkabau.

Sementara itu, beberapa tokoh masyarakat yang dimintai tanggapan menyambut baik wacana tersebut. Mereka menilai pembatasan hiburan malam dapat mempersempit ruang gerak aktivitas negatif di kalangan remaja, sekaligus mendukung visi pembangunan berbasis kearifan lokal.

Usulan pembatasan jam operasional hiburan malam di Sumbar ini diharapkan bisa segera dibahas lebih lanjut dalam forum resmi, termasuk di tingkat legislatif dan eksekutif daerah.

Arisal berharap, dukungan masyarakat akan menjadi kunci utama dalam mewujudkan langkah preventif ini demi menyelamatkan generasi muda Sumatera Barat dari bahaya penyakit masyarakat.

Load More