SuaraSumbar.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem selama puncak musim hujan di Ranah Minang.
"Pada bulan Maret ini, bertepatan dengan umat Muslim menjalankan ibadah puasa, ada kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem yang perlu diwaspadai," ujar Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan, Selasa (4/3/2025).
Menurut Deddy, secara klimatologi, Provinsi Sumatera Barat memiliki tipe ekuatorial yang menyebabkan puncak musim hujan terjadi dua kali dalam setahun, yaitu pada Maret dan November 2025.
Beberapa daerah, seperti Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, telah mengalami banjir dan tanah longsor akibat tingginya curah hujan pada Kamis (27/2/2025).
Data dari BMKG menunjukkan bahwa dalam beberapa hari terakhir, curah hujan di beberapa wilayah Sumatera Barat, termasuk Kabupaten Limapuluh Kota dan Kabupaten Dharmasraya, telah mencapai kategori ekstrem dengan intensitas di atas 100 milimeter. Fenomena ini meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi di wilayah tersebut.
Secara dinamika atmosfer, Sumbar tergolong daerah dengan kondisi cuaca yang sangat dinamis. Hal ini disebabkan oleh adanya belokan atau konvergensi angin yang memicu pertumbuhan awan konvektif dan awan cumulonimbus. Keberadaan awan cumulonimbus berpotensi menyebabkan hujan lebat, angin puting beliung, petir, hingga hujan es.
"Awan cumulonimbus ini dapat menciptakan hujan dengan intensitas tinggi hingga ekstrem, disertai dengan potensi angin puting beliung, petir, dan hujan es yang dapat berdampak buruk bagi masyarakat," jelasnya.
Deddy juga menegaskan bahwa masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan, terutama mereka yang tinggal di daerah rawan bencana. Pasalnya, cuaca ekstrem dapat memicu bencana seperti banjir dan tanah longsor.
Selain itu, pada periode Maret-April, Sumatera Barat memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau atau dikenal dengan pancaroba, yang ditandai dengan perubahan cuaca yang cepat dan tidak menentu.
"Saat peralihan musim atau pancaroba, kondisi atmosfer menjadi lebih dinamis, sehingga masyarakat diimbau tetap waspada terhadap risiko bencana maupun berbagai penyakit yang mungkin muncul akibat perubahan cuaca," katanya.
Berita Terkait
-
Gujarat Siaga Merah: Gelombang Panas Ekstrem Mengancam Saurashtra dan Kutch!
-
Bencana Hidrometeorologi Mengintai Yogyakarta, Status Siaga Diperpanjang!
-
H+3 Lebaran: Mayoritas Kota Besar Diguyur Hujan Ringan Hingga Petir
-
Mudik Lebaran 2025, Siap-siap Gelombang Tinggi dan Angin Kencang Ancam Penyeberangan!
-
Menhub Sebut Cuaca Buruk Hantui Mudik Lebaran
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Pembayaran Listrik Rumah dan Kantor Melonjak? Ini Daftar Tarif Listrik Terbaru Tahun 2025
-
AS Soroti Mangga Dua Jadi Lokasi Sarang Barang Bajakan, Mendag: Nanti Kita Cek!
-
Kronologi Anggota Ormas Intimidasi dan Lakukan Pemerasan Pabrik di Langkat
-
Jantung Logistik RI Kacau Balau Gara-gara Pelindo
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
Terkini
-
PSU Pilkada Pasaman 2024 Diklaim Lancar, Rekapitulasi Digelar Minggu 20 April 2025!
-
Misteri Mayat di Bukittinggi Terungkap! CCTV Ungkap Detik-Detik Terakhir Korban Asal Lubuk Linggau
-
Link Resmi Saldo Gratis DANA Kaget, Masih Aktif hingga Siang ini, Buruan Klaim!
-
Kejutan Saldo Gratis DANA Kaget, Sabtu 19 April 2025: Siapa Cepat Dapat Cuan!
-
Banun Kinantan, Nama Bayi Harimau Sumatera yang Lahir di TMSBK Bukittinggi!