Scroll untuk membaca artikel
Bernadette Sariyem
Senin, 09 Desember 2024 | 14:41 WIB
Ilustrasi korupsi (unsplash/Fikry Anshor)

SuaraSumbar.id - Kepolisian berhasil menyita lahan dan 11 unit homestay di kawasan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi dengan modus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD Riau tahun 2020-2021. Aset yang disita memiliki nilai lebih dari Rp2 miliar.

Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi, mengungkapkan bahwa penyitaan dilakukan pada Sabtu (7/12/2024) setelah memperoleh izin dari Pengadilan Negeri Tanjung Pati.

Aset tersebut berlokasi di Jorong Padang Torok, Nagari Harau, Kecamatan Harau, dan mencakup lahan seluas 1.206 meter persegi, yang menjadi tempat berdirinya Sabaleh Homestay dengan 11 unit homestay.

Rincian Aset dan Pemilik

Baca Juga: Sah! Safni-Ahlul Resmi Menang Pilkada Lima Puluh Kota 2024

Menurut Kombes Nasriadi, homestay-homestay tersebut dimiliki oleh beberapa individu, yang sebagian besar adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat di Sekretariat DPRD Provinsi Riau pada periode anggaran 2020-2021.

Penyitaan ini juga mencakup dokumen sertifikat tanah atas nama salah satu tersangka, Irwan Suryadi, yang diduga membeli lahan menggunakan dana hasil korupsi SPPD fiktif.

Selain aset di Harau, polisi juga menyita apartemen di Nagoya City Walk, Kota Batam, yang dimiliki oleh sejumlah tersangka lain dalam kasus yang sama.

Salah satu apartemen tersebut adalah milik Muflihun alias Uun, yang dibeli pada tahun 2020 seharga Rp557 juta.

Total Nilai Aset yang Disita

Baca Juga: Geger Penemuan Mayat Tergantung di Limapuluh Kota

Secara keseluruhan, nilai aset yang telah disita mencapai Rp2,14 miliar, termasuk lahan, homestay, dan beberapa apartemen di Batam.

Proses penyitaan dilakukan dengan pengawasan langsung oleh pihak berwenang, termasuk pengelola Sabaleh Homestay, Ketua RW setempat, serta aparat kepolisian dari Polsek Harau.

“Proses penyitaan berlangsung lancar tanpa kendala. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam penanganan kasus korupsi,” ujar Nasriadi.

Dugaan Modus Korupsi

Modus SPPD fiktif yang dilakukan di Sekretariat DPRD Riau melibatkan manipulasi dokumen perjalanan dinas, yang anggarannya kemudian digunakan untuk membeli aset pribadi. Penyidik menduga bahwa hasil korupsi ini tidak hanya digunakan untuk membeli lahan dan properti, tetapi juga barang-barang mewah seperti tas dan sepatu bermerek.

Langkah Selanjutnya

Polisi terus mendalami kasus ini untuk mengungkap aliran dana korupsi lainnya dan kemungkinan keterlibatan pihak-pihak baru.

Kombes Nasriadi menegaskan bahwa pengusutan kasus ini dilakukan secara menyeluruh untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi.

“Kami berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa aset yang berasal dari tindak pidana korupsi dikembalikan untuk kepentingan negara,” tegasnya.

Dengan tindakan tegas ini, diharapkan proses hukum dapat berjalan secara adil dan memberikan dampak positif bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kontributor : Rizky Islam

Load More