SuaraSumbar.id - Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Irjen Pol Suharyono kembali berbicara tentang kasus tewasnya Afif Maulana di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang pada 9 Juni lalu. Kepolisian meyakini pelajar SMP berusia 13 tahun ini tidak disiksa, melainkan meloncat dari atas jembatan.
Jenderal Bintang Dua itu membeberkan masalah Afif Maulana saat memberikan kuliah umum dalam rangka pengenalan kehidupan kampus mahasiswa baru Universitas Negeri Padang (UNP), Kamis (22/8/2024).
Suharyono mengungkapkan, jika aksi tawuran ketika itu dibiarkan, kepolisian akan disalahkan karena akan banyak berjatuhan korban jiwa. Sebab, tawuran tersebut telah melibatkan empat gangster terbesar di Sumbar.
"Kalau kami membiarkan, kami disalahkan karena korban akan terjadi begitu banyak, yang mati pasti banyak. Karena yang bertemu empat kelompok besar yang sudah kami deteksi sejak awal. Mengapa pergerakan anggota begitu cepat, karena sudah siaga anggota kami," ujarnya.
"Saya hanya bayangkan, kalau saya tidak ada dini hari itu, saya tidak ada di tempat, saya sudah dicopot kapolri. Kalau pagi itu saya tidak menggerakkan kekuatan untuk mencegah tawuran di Jembatan Kuranji itu, mungkin korban berjatuhan," sambung Jenderal bintang dua tersebut.
Namun, kata Suharyano, dalam kasus ini polisi dituduh telah melakukan penyiksaan terhadap Afif Maulana. Padahal proses penyelidikan sudah dijalani sesuai prosedur hukum.
"Bagaimana dengan berita yang beredar di luar? kami sampai saat ini masih meyakini bahwa itu berita bohong dan hoaks yang muncul. Komisi III sudah mengakui, dari kedokteran forensik sudah mengakui, ahli IT sudah mengakui, kapolda tidak salah, Polda Sumbar tidak salah dalam penanganan ini karena fakta hukum yang disampaikan. Bukan asumsi-asumsi," tegasnya.
Kepada mahasiswa baru UNP itu, Suharyono pun memberikan klarifikasi sekaligus membeberkan kronologi. Karena kata dia,, dalam kasus ini institusi Polri telah disudutkan dan dituduh membunuh Afif Maulana.
"Mohon bagian dari klarifikasi, karena sifatnya sudah nasional, menasional dan saya sendiri turun langsung menangani, tidak memerintahkan unsur-unsur di bawahnya karena saya mengatakan bahwa saya melakukan pembelaan terhadap instusi saya yang saya cintai," imbuhnya.
"Saya membela organisasi besar yang selama ini membesarkan saya dan keluarga saya. Saya membela kebenaran karena saya penegak hukum, dan saya tidak akan merekayasa perkara sebagaimana kasus-kasus terdahulu yang direkayasa. Saya bukan tipe pembohong. Saya takut hanya kepada Allah, saya tidak takut kepada siapapun," tambahnya.
Suharyo menceritakan, pada 8 Juni 2024 kepolisian telah mendeteksi akan terjadi aksi tawuran yang melibatkan empat gangster terbesar di Sumbar. Aksi tawuran ini akan dimulai pada 9 Juni dini hari.
Afif Maulana dengan rekannya Aditia, telah melakukan percakapan tentang aksi tawuran tersebut. Hal ini bukan rekayasa, karena didapat dari percakapan mereka di handphone.
"Mereka berbeda, satu itu masih anak-anak (Afif Maulana), yang satu sudah senior (Aditia). Pimpinan gangsternya itu, dia berkawan dengan pimpinan gangster ini," ungkapnya.
Lalu, kelompok ini berkumpul di suatu titik pada pukul 01.30 WIB 9 Juni 2024. Dalam percakapan itu akhirnya bertemulah di suatu titik dengan 15 kendaraan sepeda motor berjumlah 30 orang dengan membawa sajam beraneka ragam.
Suharyono menyebutkan dalam waktu lima menit dirinya memerintahkan Dirsabhara untuk turun ke lapangan. Sebanyak 30 personel Ditsabhara Polda Sumbar ditambah tujuh personel Polresta Padang dikerahkan.
37 anggota kepolisian lalu menghambat aksi tawuran saat berada di Jembatan Kuranji. Sempat dihentikan namun tidak diindahkan, dikejar mereka memacu kendaraannya dengan mengacungkan sajamnya,
"Di video kami ada. Tidak rekayasa. Cara satu-satunya untuk menghambat tidak boleh dengan menembak, atau memukul dengan benda keras. Kecuali menjatuhkan mereka dari kendaraannya, itu sudah bagian dari tindakan yang tegas terukur daripada membunuh, melukai lawan," bebernya.
Suharyono mengatakan di saat Afif Maulana dan Aditia jatuh di Jembatan Kuranji, terjadi percakapan. Percakapan itu adalah ajakan Afif Maulana ke Aditia untuk meloncat dari atas jembatan.
"Enggak apa-apa saya sampaikan secara teknis, biar tidak salah paham. Bahasanya pakai bahasa Minang. Saya panggil ahli bahasa. Dalam bahasa Indonesianya adalah saat keduanya jatuh dari sepeda motornya, Afif Maulana mengajak Aditia untuk meloncat melarikan diri dari tangkapan polisi," kata dia.
"Kalimatnya adalah dalam bahasa Indonesianya: Kak, kita meloncat saja. Kita melarikan saja. Aditia yang diajak bicara, jangan meloncat, jangan meloncat. Kita menyerahkan diri saja ke polisi. Jawaban Aditia. Yakin ada percakapan, jaraknya hanya tiga meter," ujar Suharyono.
Ia menjelaskan polisi yang menjatuhkan Afif Maulana dan Aditia dari kendaraan tetap melaju ke depan menangkap pelaku tawuran lainnya. Sehingga percakapan itu hanya berlangsung tidak sampai tiga puluh detik.
"Di saat Aditia mencari handphonenya yang hilang, membelakangi Afif, ditengoknya Afif sudah tidak ada di belakangnya. Di saat itu, polisi sweeper di belakang menangkap Aditia tanpa melihat Afif Maulana," ucapnya.
Muncul Video Seolah-olah Afif Maulana Ditangkap
Suharyono mengatakan dalam kasus ini lalu muncul video yang disamarkan seolah-olah Afif Maulana ditangkap. Padahal, Afif Maulana tidak ada ditangkap di atas jembatan.
"Tidak ada. Karena sesaat ditangkap, Aditia melaporkan kepada polisi yang menangkap, namanya brigadir tri, sudah kami BAP juga bahwa. Pak, tadi teman saya ada yang meloncat, ini kata-kata Aditia. Polisinya menjawab: tidak mungkin, setinggi ini kok meloncat," imbuhnya.
Ketika 18 orang pelaku tawuran diamankan di Polsek Kuranji, tidak ada juga nama Afif Maulana. Lalu muncul video keterangan yang menghembuskan isu bahwa Afif Maulana dibawa ke polsek.
"Padahal 18 orang diamankan tidak ada satupun yang melihat Afif Maulana. Mereka, mereka itu siapa saya tidak menuduh. Mereka mem-viralkan bahwa Afif dibawa ke Polsek, dianiaya di Polsek, mayatnya dibuang," jelas Suharyono.
Soal Luka di Tubuh Afif Maulana
Suharyono juga berbicara bagaimana luka-luka yang dialami di tubuh Afif Maulana. Ia menjelaskan bahwa luka patah di tulang iga belakang nomor 1-3 menusuk paru-paru sepanjang 11 centimeter bagian kiri.
"Itu penyebab kematiannya. Karena apa? Meloncat dari ketinggian 15 meter. 12 ahli forensik kami kumpulkan, begitu posisi jatuhnya 15 meter seorang anak yang umur 13 tahun adalah punggungnya dan pinggangnya dulu," katanya.
"Kalau dua meter kepalanya dulu, tiga meter dadanya dulu. Begitu hitungannya 15 meter, 12 ahli forensik dari Sumbar dan Jakarta menyatakan jatuhnya terlentang dan ternyata sungainya itu sungai dangkal berbatu dan permukaan keras itulah penyebab kematiannya," ungkapnya.
Kemudian luka memar atau membiru di tubuh Afif Maulana, lanjut Suharyono, adalah lebam mayat. Karena jenazah Afif Maulana ditemukan kurang lebih sembilan jam kemudian.
"Bahwa sejak pukul 03.40 WIB, sampai 11.55 WIB hitungannya sudah 8-9 jam berarti sudah muncul lebam mayat permanen, dan kaku mayat, itu ahli kedokteran menyatakan itu. Bukan menyimpulkan, yang mengautopsi pertama bukan dari dokter polisi, tapi dokter dari USU dan dosen dari fakultas kedokteran di Sumbar," tegasnya.
Kontributor: Saptra S
Berita Terkait
-
AKP Dadang Penembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Terancam Hukuman Mati, Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana
-
Tampang AKP Dadang, Tembaki Rumah Kapolres Solok Selatan Usai Tembak Mati Kasat Reskrim!
-
Habiburokhman dan Sahroni Murka Lihat Penembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Tak Diborgol: Panggil Kapolda Sumbar!
-
Jenazah Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Diterbangkan ke Makassar: Dia Yatim Sejak Kecil!
-
Kabag Ops Polres Solok Selatan Serahkan Diri Usai Tembak Mati Kasat Reskrim, Motifnya Belum Jelas?
Tag
Terpopuler
- Agus dan Teh Novi Segera Damai, Duit Donasi Fokus Pengobatan dan Sisanya Diserahkan Sepenuhnya
- Bukti Perselingkuhan Paula Verhoeven Diduga Tidak Sah, Baim Wong Disebut Cari-Cari Kesalahan Gegara Mau Ganti Istri
- Bak Terciprat Kekayaan, Konten Adik Irish Bella Review Mobil Hummer Haldy Sabri Dicibir: Lah Ikut Flexing
- Bau Badan Rayyanza Sepulang Sekolah Jadi Perbincangan, Dicurigai Beraroma Telur
- Beda Kado Fuji dan Aaliyah Massaid buat Ultah Azura, Reaksi Atta Halilintar Tuai Sorotan
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP 5G Rp 4 Jutaan Terbaik November 2024, Memori Lega Performa Handal
-
Disdikbud Samarinda Siap Beradaptasi dengan Kebijakan Zonasi PPDB 2025
-
Yusharto: Pemindahan IKN Jawab Ketimpangan dan Tingkatkan Keamanan Wilayah
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Chipset Snapdragon, Terbaik November 2024
-
Kembali Bertugas, Basri-Najirah Diminta Profesional Jelang Pilkada Bontang
Terkini
-
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kapolda Sumbar: Motif Biar Dibuktikan di Persidangan
-
Kapolda Sumbar Kembali Tegaskan AKP Dadang Tak Ganguan Mental: Sudah Mau Makan!
-
Masa Tenang Pilkada 2024, KPU Sumbar Larang Aktivitas Kampanye dan Survei
-
Bawaslu Agam Tertibkan APK di Masa Tenang Pilkada 2024
-
Kasus Penembakan Kasat Reskrim Solsel, Walhi Sebut Momen Berantas Kejahatan Lingkungan