Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Kamis, 21 Juli 2022 | 15:15 WIB
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat memberikan sambutan pada Diskusi Publik Memperingati 26 Tahun Peristiwa 27 Juli, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (21/7/2022). [Dok.Antara]

SuaraSumbar.id - DPP PDIP berharap agar Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap aktor intelektual di balik serangan kantor DPP PDI atau peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli).

"PDIP harapkan Komnas HAM dan Kejagung untuk betul-betul menindaklanjuti agar peristiwa kelam itu bisa diungkapkan siapa aktor-aktor intelektual yang berada di balik serangan kantor DPP PDI. Ini lah yang kita harapkan," kata Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto saat memberikan sambutan pada Diskusi Publik Memperingati 26 Tahun Peristiwa 27 Juli, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (21/7/2022).

Peristiwa Kudatuli merupakan sejarah yang penting bagi arus balik yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi dan kedaulatan rakyat betul dapat dihormati. Sebab, perjuangan panjang yang dilakukan oleh ibu Megawati termasuk melalui PDIP dengan serangan 27 Juli 1996 itu.

"Karena itulah kami akan mencari setiap ruang yang ada. Jadi kepada tim pembela demokrasi Indonesia kita minta bantuannya terus, kita akan mencari setiap celah, setiap ruang yang ada. Kita akan terus membangun optimisme bagi kita dengan membangun kekuatan bersama pada akhirnya siapapun yang menjadi aktor-aktor intelektual terhadap serangan Partai Demokrasi Indonesia saat itu, harus dituntut dimuka hukum biar keadilan betul-betul ditegakkan," tegas Hasto.

Hasto menjelaskan, watak kekuasaan yang menghalalkan segala cara tampak di dalam pemerintahan Presiden Soeharto selama 32 tahun yang memang dibangun dengan cara-cara yang tidak benar.

"Sehingga ketika seorang ibu Megawati Soekarnoputri dengan kekuatan turun ke bawah, dengan membangun harapan rakyat, mendengarkan suara rakyat yang sebelumnya tidak berani menyampaikan pendapatnya, Bu Mega keliling Indonesia melantik korcam-korcam didampingi Alm. Mangara Siahaan beliau keliling membangun keyakinan politik bahwa siapa pun kekuatan itu membungkam suara rakyat, maka mereka tidak akan langgeng. Karena karma politik akan hadir, maka kekuatan keadilan akan hadir menenggelamkan kekuasaan yang maha otoriter itu," ujarnya.

Oleh karena itu, apa yang dilakukan Megawati dengan bergerak ke bawah itu kemudian mengkhawatirkan otoritas politik saat itu. Sehingga dilakukan pembendungan pada kongres PDI di Surabaya pada Desember 1993, dengan dilakukan upaya pencekalan-pencekalan.

"Ketika kekuatan arus bawah itu semakin menguat kongres dibubarkan dan dalam detik terakhir sebelum dibubarkan dalam waktu yang singkat ibu Mega naik ke podium dan mengatakan 'bahwa secara defacto saya adalah ketua umum PDI'," katanya.

Kekuatan itu, kata Hasto, menakutkan sistem yang sangat otoriter tersebut sehingga muncul skenario politik dan puncaknya pada 27 Juli 1996 terjadi pengambilan alihan secara paksa kantor PDI padahal kantor DPP PDI merupakan simbol kedaulatan partai.

"Tentu saja kita tidak akan pernah berhenti memperjuangkan itu kita tidak pernah pernah lelah walaupun kita menghadapi tembok-tembok ketidakadilan hukum yang terus berhadapan dengan kita. Meskipun kita sebagai partai pemenang dua kali tapi ternyata upaya ini tidak mudah," ungkap Hasto.

Hadir sebagai pembicara, antara lain, Wamenkumham Edward Omar Sharif Harie, Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning, dan Trimedya Panjaitan. (Antara)

Baca Juga: Jelang 27 Juli, PDIP Minta Komnas HAM Dan Kejagung Ungkap Aktor Di Balik Peristiwa Kudatuli

Load More