SuaraSumbar.id - Permukaan air Danau Garam Besar (Great Salt Lake) di Utah, Amerika Serikat (AS), anjlok ke titik terendah bulan ini setelah mengalami kekeringan selama dua dasawarsa.
Kondisi itu dinilai para peneliti mengancam kehidupan liar dan masyarakat di sepanjang tepiannya.
Kota metropolitan di dekatnya, Salt Lake City, telah dilanda badai debu yang dikhawatirkan para ahli bakal semakin buruk.
"Untuk menyelamatkan Danau Garam Besar, sehingga kita tak menjadi Kota Danau Debu, adalah membuat pilihan yang sadar bahwa danau itu berharga dan danau itu memerlukan air," kata ilmuwan atmosfer Kevin Perry dari Universitas Utah, Salt Lake City.
Baca Juga: Dolar AS Kian Perkasa, Rupiah Tumbang Lagi Sore Ini
Dia telah bersepeda di dasar danau yang kering sejak 2016 untuk mempelajari komposisinya.
Selama bertahun-tahun, air yang seharusnya berakhir di danau itu telah dikonsumsi oleh manusia, industri dan pertanian.
Selain itu, kemarau berkepanjangan akibat perubahan iklim telah menyingkap dasar danau yang lebih luas.
Pada 3 Juli, rata-rata permukaan danau itu turun hingga ke level terendah 1.277 meter di atas permukaan laut sejak pencatatan dimulai pada 1847, menurut Survei Geologi AS (USGS).
Tinggi permukaannya diprediksi akan terus turun sampai musim gugur atau awal musim dingin, ketika air yang masuk sama atau melebihi air yang menguap.
Baca Juga: Anak Usia 10 Tahun Korban Perkosaan di AS Terpaksa Gugurkan Kandungan di Wilayah Lain
Danau tersebut sekarang hanya menampung air seperempat volume seperti yang terjadi pada 1987, kata USGS.
Danau Garam Besar telah kehilangan nyaris separuh area permukaannya sepanjang sejarah, menampakkan sekitar 2.000 km persegi dasarnya, atau lebih luas daripada pulau Maui di Hawaii.
Lapisan bumi yang semula berada di bawah air telah berubah menjadi awan debu yang penuh dengan kalsium, sulfur dan arsenik –anasir alam yang dikaitkan dengan kanker dan cacat bawaan.
Dasar danau yang terbuka juga tercemar oleh residu dari pertambangan tembaga dan perak.
"Jika Anda menghirup debu itu selama beberapa waktu, misalnya dekade atau lebih lama, maka (debu) itu akan memicu berbagai jenis kanker, seperti kanker paru, kanker kandung kemih, penyakit kardiovaskular, diabetes dan lain-lain," kata Perry.
Tak hanya manusia yang terancam. Struktur mirip karang bawah laut di sana menampung mikroorganisme yang menjadi mangsa udang air asin dan udang itu menjadi makanan penting bagi burung.
Namun, struktur tersebut telah kering dan berubah jadi abu-abu setelah terkena udara.
Alvin Sihapanya, seorang peneliti Great Salt Lake Institute di Westminster College, memasukkan tangannya ke danau dan memperlihatkan dua genggam penuh air berisi udang-udang kecil.
"Sangat menyedihkan dan memilukan melihat kawan-kawan ini terpapar (udara)," kata Sihapanya, merujuk pada struktur mirip karang tersebut.
"Tahun lalu tidak seperti ini," katanya.
Sekitar 10 juta burung dari 330 lebih spesies bermigrasi atau hidup di danau tersebut setiap tahun, kata Max Malmquist dari Program Danau Garam di National Audubon Society.
Separuh populasi itik kemerahan dan setengah populasi burung kepala merah di daratan Amerika Utara hidup di danau itu, menurut Great Salt Lake Audubon.
Sekitar 90 persen populasi burung grebe bertelinga (eared grebe) juga hidup di sana dengan memangsa udang air asin.
Udang tersebut juga dipanen oleh industri air asin bernilai jutaan dolar, yang berkontribusi pada perekonomian sekitar danau yang nilainya diperkirakan mencapai hingga 2 miliar dolar AS (Rp30,16 triliun) per tahun.
Ketika kesadaran publik dan tekanan meningkat, Gubernur Utah Spencer Cox mengajukan 11 rancangan undang-undang terkait konservasi dan kebijakan air untuk disahkan parlemen pada musim persidangan lalu.
Solusi jangka panjangnya adalah mengonsumsi air lebih sedikit agar air mengalir lebih banyak ke danau.
"Saat kita menyentuh rekor terendah ini, kita mulai menghadapi risiko bahwa semua nilai yang kita peroleh dari Danau Garam Besar juga terancam," kata Wakil Negara Bagian Utah Tim Hawkes.
"Dan itulah yang mendorong tekanan politik untuk berbuat sesuatu," kata dia, menambahkan. (Antara/Reuters)
Berita Terkait
-
Rupiah Tergelincir di Perdagangan Senin Sore Imbas Data Ekonomi AS
-
Ternyata Ini Alasan Donald Trump Akan Pecat Ribuan Personel Transgender dari Militer AS
-
Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS Pagi Ini, Didorong Indeks Saham Asia
-
AC Milan Jadi Kunci Kepindahan Kevin Diks ke Bundesliga, Kok Bisa?
-
Rupiah Menguat di Tengah Konflik Rusia-Ukraina, Kok Bisa?
Terpopuler
- Raffi Ahmad Ungkap Tragedi yang Dialami Ariel NOAH, Warganet: Masih dalam Lindungan Allah
- Eliano Reijnders Ungkap Rencana Masa Depannya, Berniat Susul Tijjani Reijnders
- Seharga Raize tapi Mesin Sekelas Innova: Yuk Simak Pesona Toyota Frontlander
- Crazy Rich Kalimantan, Begini Mewah dan Mahalnya Kado Istri Haji Isam untuk Ulang Tahun Azura
- Bayern Munchen Pampang Foto Nathan Tjoe-A-On, Pindah ke Bundesliga Jerman?
Pilihan
-
Viral Pertamax Dituding Jadi Biang Rusaknya Fuel Pump Mobil, ITB Sampai Dipanggil
-
MR.DIY Mau Melantai Bursa di BEI, Ini Harga Saham dan Jadwal IPO
-
Diskusi OIKN dan BPK RI: Pembangunan IKN Harus Berlanjut dengan Tata Kelola yang Baik
-
1.266 Personel Diterjunkan, Polres Bontang Pastikan Keamanan di 277 TPS
-
Masa Tenang, Tim Gabungan Samarinda Fokus Bersihkan Alat Peraga Kampanye
Terkini
-
Kasus Polisi Tembak Mati Polisi di Solok Selatan, Sahroni Tekankan Hal Ini di Polda Sumbar
-
Perintah Kapolri, Propam dan Irwasum Tangani Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan
-
Detik-detik AKP Dadang Tembak Mati AKP Ulil, Kompolnas: Kapolres Solok Selatan Berlindung di Ruang Tengah!
-
Lokasi Tambang Galian C Ilegal, Diduga Pemicu Polisi Tembak Polisi di Polres Solok Selatan
-
Jelang Natal dan Tahun Baru, 10 Bus Pariwisata di Sumbar Tak Laik Jalan