Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Rabu, 13 Juli 2022 | 07:15 WIB
Demonstran melakukan aksi protes di lingkungan Sekretariat Presiden, setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa kabur di tengah krisis ekonomi yang melanda negara tersebut, di Kolombo, Sri Lanka, Sabtu (9/7/2022). [Dok.Antara]

Presiden Gotabaya tidak pernah muncul di publik sejak Jumat (8/7). Hingga kini, keberadaannya belum diketahui.

Keluarga Rajapaksa, termasuk mantan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, telah mendominasi politik Sri Lanka, negara berpenduduk 22 juta jiwa, selama bertahun-tahun.

Sebagian besar rakyat Sri Lanka menyalahkan keluarga itu atas kesengsaraan yang sedang mereka alami.

Negara yang bergantung pada sektor pariwisata itu terpukul hebat antara lain oleh pandemi COVID-19 serta penurunan pengiriman uang dari para warga Sri Lanka yang berada di luar negeri.

Baca Juga: Awal Mula Krisis Sri Lanka sampai Presiden Gotabaya Rajapaksa Mengundurkan Diri

Keluarga Rajapaksa menerapkan pemotongan pajak pada 2019 --langkah yang berpengaruh pada keuangan pemerintah.

Sementara itu, cadangan devisa yang menyusut menyebabkan impor bahan bakar, makanan, dan obat-obatan harus dibatasi.

Pembelian bensin dijatah. Orang-orang harus mengantre panjang di depan toko-toko yang menjual gas.

Inflasi utama pada Juni mencapai 54,6 persen. Bank sentral memperingatkan bahwa angka itu bisa meroket hingga 70 persen dalam bulan-bulan mendatang. (Antara/Reuters)

Baca Juga: Indonesia Bisa Bernasib Seperti Sri Lanka? Begini Penjelasannya

Load More