Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Senin, 13 Juni 2022 | 20:17 WIB
Seorang pembeli di Pegagan, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, diberi rumput oleh penjual. Padahal dia membeli cabai hijau. [Instagram]

Untuk mensiasatinya, Tari terpaksa mengurangi porsi pembelian cabai.

"Hari ini satu ons (cabai) sudah Rp 10 ribu, ya dikurangilah beli cabainya. Gak bisa satu kilogram ya setengah kilogram, gak bisa juga ya beli satu ons. Tapi ya gitu, cabai sedikit kurang sedap masakan," kata Tari.

"Kalau mau enak ya harus ada uang tambahan belanja. Kalau gak ada harus sabar-sabarlah. Apa-apa semua mahal sekarang," sambungnya.

Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, kenaikan harga cabai merah semakin membenamkan daya beli masyarakat.

Baca Juga: Bobol Rumah Warga di Tanjung Balai, Upin Ipin Ditembak Polisi

"Yang paling parah masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang tinggal di wilayah perkotaan," katanya.

Ia mengatakan, faktor pemicu kenaikan harga cabai tidak terlepas dari kenaikan harga cabai di wilayah Jawa, yang sudah terlebih dahulu menembus angka Rp 100 ribu per kilogram.

"Sehingga para agen atau pedagang besar berlomba lomba untuk membeli cabai merah dari banyak wilayah. Alhasil harga cabai di banyak wilayah terkerek naik mengikuti harga cabai di pulau Jawa," jelasnya.

Dari hasil kajian dirinya di lapangan, masyarakat menengah kebawah dengan empat orang anggota keluarga membutuhkan 1 kilogram cabai untuk memenuhi kebutuhan selama dua pekan.

"Kalau sebulan sekitar 2 kg dan rata rata harga cabai pada Mei sekitar Rp 31 ribuan per kg (sampel wilayah Sumut) maka ada potensi tambahan pengeluaran sekitar Rp 140 ribu per bulan hanya untuk cabai saja," katanya.

Baca Juga: Viral Video Debt Collector Lari Terbirit-birit Dikejar Emak-emak yang Bawa Pisau Dapur

Gunawan menyampaikan, masyarakat ekonomi menengah ke bawah di perkotaan imenghabiskan sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu per hari (tahun 2021) untuk memenuhi kebutuhan sayur mayur, sambal dan lauk.

Load More