Kompetisi yang Eka ikuti selama awal karier, tidak hanya membantu Eka mengangkat namanya, tetapi juga membentuk dirinya. Tiga tahun awal mengikuti kompetisi, ia selalu pulang dengan tangan kosong. Tetapi Eka tidak menyerah. Dari situ ia belajar dari kesalahan.
"Untuk chef, kompetisi penting, ada 30-40 negara yang ikut, kita lihat different things, different pattern, different technic, different preparation, different organization. Kalau negara Singapura organisasinya top, yang mereka bawa portable items. Kalau kita tidak pernah ke sana, kita tidak pernah melihat. Somehow, it helps. It's very help," ujar Eka.
Kompetisi juga membuatnya terus menempa diri dan lihai mengatur waktu. Ia harus bekerja 12 jam di dapur, saat mengikuti kompetisi, ia bisa berkutat di dapur hingga 18 jam untuk melakukan latihan. Persiapan jelang kompetisi bisa berlangsung lima bulan. Sayangnya, saat berkompetisi Eka tidak mewakili Indonesia karena selalu gagal mendapatkan sponsor.
"Saat ikut kompetisi, saya mau representing Indonesia, tetapi saya tidak dapat sponsor dari Indonesia karena saya enggak ada nama saat itu. Akhirnya saya dikirim dari sini, representing Uni Emirates Arab (UAE). Dulu dari yang ikut kompetisi sama saya itu, 80 persen dari Indonesia mewakili UAE," ungkap Eka.
Berbagai penghargaan yang telah Eka raih antara lain, UAE CULINARY COMPETITION 4 gold 1 silver 1 Bronze (2012), Dubai World Hospitality CUP GOLD Medal (2012), Luxembourg Culinary World Cup Bronze Medal for Culinary Artistry (2014), Culinary Olympic Germany Bronze Medal for Culinary Artistry representing UAE (2016).
"Karier saya mulai naik setelah ikut kompetisi. Setelah dapat penghargaan pada tahun 2012, saya sudah tidak cari-cari kerja lagi, karena banyak tawaran datang. Selebihnya saya keep up saja," kata Eka yang baru-baru ini juga baru saja mendapat penghargaan "inaugurated to the Esteem Chefs Irish Beef Club representing UAE".
Untuk menjabat executive chef atau kepala chef, seorang chef terutama dari Asia, harus melalui perjalanan panjang setidaknya 20 hingga 30 tahun pengalaman bekerja. Belum lagi rasisme di lingkungan kerjanya yang begitu kental. Kepala chef biasanya didominasi oleh orang-orang dari Eropa. Eka hanya butuh waktu lima tahun. Ia mendobrak tembok rasisme terhadap orang Asia terutama Indonesia untuk menjadi pemimpin.
"Saya itu growth based on racism. Setelah bisa bahasa Inggris, saya mulai talkative. Kenapa sih banyak orang asing muda sudah promosi, saya tanya bagaimana mereka di usia 23 tahun sudah bisa dapat promosi. Mostly, jawabannya sama, kata mereka kalau kamu tidak punya skill seperti saya, atau tidak punya passport seperti saya, forget it. Well, i think itu, kata-kata yang sampai sekarang saya masih ingat. At the same point, itu benar, at some point, it hurts," ujar Eka.
Namun, Eka tidak meratapi dirinya dengan kondisi tersebut. Ia justru terus mengukir kemampuannya dengan mengikuti berbagai kompetisi hingga namanya pelan-pelan berkibar.
Pada tahun 2013, ia sempat pindah ke Kuwait untuk menjadi kepala restoran. Ia hanya bertahan 1,5 tahun di sana.
Baca Juga: Melihat Indahnya Kota Dubai dari Atas Burj Khalifa
Kembali ke Dubai, Eka langsung menorehkan karier pertamanya sebagai kepala chef di sebuah restoran mewah, Bateaux Dubai. Meskipun saat itu namanya sudah mulai dikenal, ia harus melalui rangkaian tes yang panjang, hanya karena dia bukan berasal dari Eropa.
"Waktu itu saya diinterview, mereka ragunya banyak. Kalau bule mungkin hanya disuruh coba masak 3 sampai 4 dishes, sudah. Dulu saya diminta masak 24 dishes. Jadi saya test food selama satu minggu karena mereka butuh make sure, ini pertama kalinya orang Indonesia dites untuk menjadi kepala chef," ungkapnya.
"Akhirnya saya lolos. Ya, feel proud dapat promosi itu, menjadi orang Asia pertama di sana yang menjabat sebagai kepala chef," tambah Eka.
Meskipun sudah berhasil melalui rangkaian tes yang panjang, Eka sebagai kepala chef masih harus menghadapi berbagai tantangan.
"Banyak tantangannya, banyak orang nyinyir yang harus dihadapi. Mereka banyak ragu terutama soal management skill, soal ability to make a deal, dealing with partners and suppliers, ability to provide financial," kata Eka.
Ia menambahkan, "saat itu pun saya masih muda, jadi banyak yang enggak percaya saya bisa deliver itu semua."
Berita Terkait
-
Paviliun Indonesia Jadi Favorit Pengunjung di Dubai Expo 2020
-
3 Fakta Dubai Desert Conservation Reserve, Cagar Alam dengan Ekosistem Gurun yang Unik
-
Belum Habis Dihujat, Wirda Mansur Kini Ingin Sekolah di Harvard Dubai
-
Berkunjung ke Museum Masa Depan yang Canggih di Dubai
-
Perusahaan Asal Dubai Tertarik Eksplorasi Minyak di Kampar
Terpopuler
- 3 Tempat Netral yang Lebih Cocok Jadi Tuan Rumah Round 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Drawing Round 4 Kualifikasi Piala Dunia: Timnas Indonesia Masuk Pot 3, Siapa Lawannya?
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Berdesain Mewah: Harga Mulai Rp 60 Jutaan
- Striker Langganan STY Tak Dipanggil Patrick Kluiver Berakhir Main Tarkam
- 5 Mobil Bekas buat Touring: Nyaman Dalam Kabin Lapang, Tangguh Bawa Banyak Orang
Pilihan
-
Pemain Keturunan Berbandrol Rp208 M Kirim Kode Keras Ingin Bela Timnas Indonesia
-
6 Mobil Termurah di Indonesia 2025, Harga Baru Bukan Bekas cuma Rp 100 Jutaan
-
5 Rekomendasi HP Gaming Rp 4 Jutaan Terbaik Juni 2025. Performa Ngebut Libas Semua Game
-
5 Rekomendasi Mobil Bekas Kapasitas 8 Orang, Kursi Nyaman untuk Perjalanan Jauh
-
Kisah Pilu dari Ngaran Krajan: Kampung Juru Kunci Candi Borobudur yang Digusur dan Dilupakan
Terkini
-
Geger Wanita Lansia Ditemukan Tak Bernyawa di Jondul Rawang Padang, Sendirian Tinggal di Rumah!
-
Daftar 8 Link DANA Kaget Resmi 10 Juni 2025, Ambil Saldo Gratismu Sebelum Kehabisan!
-
6 Jemaah Haji Embarkasi Padang Meninggal Dunia di Tanah Suci, Kapan Pulang ke Tanah Air?
-
Profil Singkat 3 Pelajar Asal Sumbar Lolos ITB Jalur Prestasi, Disambangi Rektor ke Ranah Minang!
-
5 Rekomendasi Penginapan Nyaman di Padang, Punya Harga Terjangkau