Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Kamis, 19 Agustus 2021 | 09:43 WIB
Tangkapan layar video kericuhan DPRD Kabupaten Solok yang beredar. [Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Sidang paripurna yang digelar DPRD Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar) pada Selasa (8/8/2021) berujung ricuh. Sidang itu beragenda penyampaian laporan hasil pembahasan Ranperda RPJMD 2021-2026.

Sidang paripurna dibuka langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok, Dodi Hendra yang duduk bersebelahan dengan Bupati Solok Epyardi Asda. Berikut sejumlah fakta yang dihimpun SuaraSumbar.id:

1. Lempar Asbak, Balikkan Meja hingga Nyaris Baku Hantam

Hujan interupsi tak henti-hentinya mewarnai jalannya persidangan. Salah seorang anggota dewan meminta agar rapat paripurna tidak dipimpin oleh Dodi Hendra.

Baca Juga: Festival Tabuik, Tradisi Berusia 100 Tahun Menyambut Hari Asyura di Pariaman

Aksi interupsi para wakil rakyat ini menyoal soal pimpinan sidang. Situasi pun kembali memanas hingga terjadinya aksi saling dorong. Kondisi semakin tak terkendali saat seorang anggota dewan melempar asbak rokok.

Ruang sidang DPRD pun mendadak buncah. Sejumlah anggota dewan itu juga membalikkan meja hingga saling mengejar layaknya perkelahian. Bahkan, ada di antaranya mereka yang menaiki meja untuk mendinginkan suasana.

2. Sidang Diskors Sampai Batas Waktu Tak Ditentukan

Pasca ricuh, sidang DPRD Kabupaten Solok kembali digelar pukul 14.30 WIB, Rabu (18/8/2021).

Sebanyak enam fraksi meminta pengalihan pimpinan sidang dari Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra kepada Wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok Ivoni Munir. Hal itu kembali ditolak oleh sebagian anggota DPRD lainnya.

Baca Juga: Kericuhan di DPRD Kabupaten Solok Coreng Wajah Legislatif Sumbar, Supardi: Memalukan

Awalnya, dalam rapat internal, fraksi Gerindra sepakat secara prinsip Ranperda RPJMD 2021-2026 dengan berbagai catatan.

"Demi masyarakat Kabupaten Solok, saya atas nama ketua DPRD Kota Solok, atas nama fraksi dan partai Gerindra secara prinsip setuju dengan Ranperda RPJMD 2021-2026," kata Ketua DPRD Kabupaten Solok, Dodi Hendra.

Hanya saja, saat sidang dilanjutkan, Dodi Hendra kembali menskor sidang paripurna sampai adanya keputusan bulat terkait pimpinan rapat paripurna.

"Demi rakyat kabupaten Solok, demi nasib masyarakat ke depannya, maka sidang saya skors sampai ada kesepakatan," tegasnya.

3. Ketua DPRD Kabupaten Solok Tinggalkan Ruangan Sidang

Usai menskors sidang sampai batas waktu hingga adanya kesepakatan, Dodi Hendra langsung meninggalkan ruangan sidang DPRD. Sejumlah anggota dewan berupaya untuk melontarkan interupsi, namun tidak digubris lagi.

4. Dualisme Pembahasan RPJMD

Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra menyebut bahwa kericuhan yang terjadi saat sidang paripurna merupakan buntut dari dualisme pembahasan RPJMD Kabupaten Solok 2021-2026.

Menurut Dodi, pemicu dualisme pembahasan RPJMD ini terjadi setelah lahirnya Peraturan Bupati (Perbub) yang mengatur soal diperbolehkannya Surat Perintah Tugas (SPT) pembahasan ditandatangani Wakil Ketua DPRD.

Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra. [Dok.Istimewa]

Dodi sendiri menandatangani SPT pembahasan RPJMD agar dilakukan DPRD Kabupaten Solok.

"Perbub yang dikeluarkan itu mengatakan bahwa SPT boleh ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD. Sehingga terjadi dualisme pembahasan RPJMD. Satu dilaksanakan di Cinangkiak dan satunya tetap di DPRD," katanya.

Dodi menyepakati pembahasan RPJMD di DPRD Kabupaten lantaran keterbatasan anggaran di tengah pandemi Covid-19.

"Saat sidang paripurna, wakil saya bilang agar (pembahasan RPJMD) dilaksanakan di satu tempat saja. Maka terjadi dualisme sehingga berujung pertengkaran yang muaranya adalah keluarnya Perbub tersebut," katanya.

Atas kondisi itu, Dodi Hendra berharap agar Gubernur Sumbar dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) meninjau kembali Perbub yang telah dikeluarkan soal SPT di DPRD Kabupaten Solok.

5. Dikritik Pengamat

Pengamat politik yang juga akademisi Universitas Andalas (Unand), Najmudin Rasul memberikan kritik pedas terhadap para wakil rakyat Kabupaten Solok.

Menurutnya, sebagai wakil rakyat yang dipilih secara demokrasi, anggota DPRD Kabupaten Solok dinilai gagal menjalankan hak dan fungsinya sebagai polisineker (pembuat kebijakan).

Pengamat politik Sumbar, Najmuddin Rasul. [Dok.Istimewa]

"Berkaitan dengan apa yang terjadi hari ini, mereka tidak paham fungsi dari parlemen dan telah memalukan dirinya sendiri sebagai anggota DPRD," katanya kepada SuaraSumbar.id, Selasa (18/8/2021).

"Kalau hal yang bersifat perbedaan pendapat dalam politik, bisa diselesaikan dengan komukasi politik antar anggota parlemen, antar fraksi dan pimpinan partai. Bukan dengan adu jotos," katanya lagi.

Najmudin menilai, sikap politisi di DPRD tidak mencerminkan sebagai 'pemain politik' yang baik. Apalagi, aksi tersebut diketahui masyarakat banyak.

"Politik itu seni permainan. Siapa yang mampu memainkan seni politik, berarti mereka adalah aktor politik. Tetapi kalau main hantam meja, lempar asbak rokok dan lain sebagainya, berarti mereka tidak paham fungsinya," katanya.

6. Coreng Nama Legislatif Sumbar

Ketua DPRD Sumbar Supardi menyebut bahwa kericuhan yang terjadi di DPRD Kabupaten Solok saat rapat paripurna pada Rabu (18/7/2021) mencoreng wajah legislatif Sumbar di tingkat nasional.

"Video kericuhan ini sudah menyebar di seluruh wilayah dan ini jelas memalukan Sumatera Barat," katanya, dikutip dari Antara.

Menurut politisi Gerindra itu, kejadian ini mesti menjadi pelajaran semua dan meminta anggota dewan yang melakukan tindakan tak sepantasnya dalam paripurna untuk bisa ditegur oleh masing-masing ketua fraksi, apalagi yang sampai melempar asbak rokok, membalikkan meja dan berkata tak sopan.

Ketua DPRD Sumbar Supardi. [Foto: Covesia/Laila]

Dia melihat ada pemahaman yang kurang pas dalam persoalan penghentian jabatan ketua DPRD.

Menurutnya, pemberhentian Ketua DPRD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Repubuk Indonesia Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Pasal 36 berbunyi pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri sebagai pimpinan DPRD, diberhentikan sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan atau diberhentikan sebagai pimpinan DPRD.

Pimpinan DPRD diberhentikan sebagai pimpinan dalam hal ini apabila terbukti melanggar sumpah atau janji jabatan dan kode etik berdasarkan keputusan badan kehormatan atau partai politik yang bersangkutan mengusulkan pemberhentian yang bersangkutan sebagai pimpinan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Dari aturan tersebut, maka dalam menghentikan jabatan ketua DPRD tak bisa semena-semena. Kita liat dulu bagaimana tata tertib di sana dan ketua DPRD itu tidak dipilih oleh anggota DPRD tapi dari partai yang menjadi pemenang pemilu," kata dia.

7. Viral di Media Sosial

Video kericuhan di DPRD Kabupaten Solok beredar dimana-mana. Aksi tak pantas itu viral di media sosial Facebook, Instagram hingga Twitter. Berbagai grup Facebook, WA terus membicarakan seputar aksi para wakil rakyat tersebut.

Load More