SuaraSumbar.id - Anggapan bahwa warga Muhammadiyah tidak suka atau tidak memiliki tradisi berselawat kembali diluruskan.
Dalam Pengajian Tarjih, Ajengan Wawan Gunawan Abdul Wahid, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengingatkan bahwa tuduhan itu sama sekali tidak berdasarkan fakta.
“Bagaimana mungkin umat yang menisbahkan diri dengan nama Muhammad justru diposisikan seakan-akan tidak memuliakan Nabi Muhammad SAW?” ujarnya, dikutip dari ulasan resmi website Muhammadiyah, Selasa (16/9/2025).
Ajengan Wawan menjelaskan bahwa warga Muhammadiyah memang memiliki tradisi berselawat, hanya saja ekspresinya berbeda antar daerah.
Di Jawa Barat, disebut nama Nabi diikuti selawat secara lirih, sedangkan di Jawa Tengah dan Yogyakarta, selawat dilakukan lantang dan serempak.
Perbedaan gaya itu bukan pertanda bahwa Muhammadiyah tidak memuliakan Nabi, sebab menurutnya, perintah berselawat ditegaskan dalam Al-Qur’an dan hadis. Data terkini menunjukkan bahwa hukum membaca selawat menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah adalah wajib ketika berada dalam salat, dan sunnah di luar salat.
Hal ini menegaskan bahwa tradisi berselawat bukanlah sesuatu yang asing atau ditolak dalam doktrin Muhammadiyah. Sesuai Surah al-Ahzab ayat 56:
“Inna Allha wa-malikatahu yuallna ala al-nab, y ayyuh alladzna man all alaihi wa-sallim taslm.” Ayat tersebut menurutnya adalah bukti bahwa Allah SWT memerintahkan umat Islam, termasuk warga Muhammadiyah, untuk berselawat.
Selanjutnya, penjelasan ditambah bahwa makna selawat dari para ulama terbagi dalam tiga: dari Allah kepada Nabi (rahmat dan pujian), selawat malaikat (doa dan permohonan ampun), dan selawat umat (doa dan salam penghormatan).
“Itulah yang kita lakukan setiap kali menyebut nama Nabi, baik dalam ibadah maupun dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya.
Selain aspek tekstual, Muhammadiyah juga mendorong pengembangan tradisi selawat dalam bentuk syair dan lagu melalui Lembaga Seni Budaya dan Olahraga PP dan ‘Aisyiyah.
“Saya sempat terharu melihat ibu-ibu ‘Aisyiyah membawakan syair selawat. Itu membuktikan bahwa tradisi ini bukan sesuatu yang asing bagi Muhammadiyah, hanya perlu lebih dibiasakan,” katanya.
Soal peringatan Maulid Nabi, Ajengan Wawan menyatakan bahwa Muhammadiyah tidak menjadikannya ritual wajib secara struktural, namun secara kultural warga tetap dapat mengekspresikan kecintaan kepada Nabi melalui berbagai bentuk penghormatan.
Dengan uraian ini, jelas bahwa warga Muhammadiyah memiliki tradisi berselawat yang berakar dalam ajaran Islam serta dihormati dan dipraktikkan di berbagai wilayah.
Stigma bahwa Muhammadiyah tidak berselawat tidak berdasar dan telah dijawab tegas oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.