SuaraSumbar.id - Kasus penangkapan Fajri Anugrah oleh Polda Metro Jaya pada September 2024 mengejutkan publik, khususnya masyarakat Sumatera Barat (Sumbar). Fajri, pemuda berusia 23 tahun asal Pesisir Selatan, ditangkap karena mengelola situs judi online yang dikendalikan bandar dari Kamboja.
Pendapatan ilegalnya mencapai Rp 300 juta per bulan, sebuah angka yang mencengangkan. Lebih ironis lagi, Fajri awalnya terjebak dalam dunia judi online sebagai pemain, kemudian beralih menjadi admin setelah dipengaruhi lingkungannya.
Masih tahun 2024, tepatnya di bulan Juni, Polda Sumbar juga menangkap dua pelajar yang diduga mempromosikan situs judi online. Mereka memposting salah satu situs judi online. Mirisnya, satu pelaku masih SMP dan seorang lainnya siswa SMK.
Fenomena ini menunjukkan bahwa judi online bukan sekadar masalah individu, tetapi mencerminkan krisis sosial yang lebih dalam, terutama di kalangan generasi muda. Statistik dari Polri memperlihatkan bahwa antara Juni hingga Oktober 2024, sebanyak 198 kasus judi online terjadi di Indonesia, melibatkan 247 tersangka, mayoritas remaja dengan penghasilan rendah.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa mayoritas pelaku judi online adalah masyarakat berpenghasilan rendah. Bahkan, 80 persen dari mereka bermain dengan nominal di bawah Rp 100 ribu. Hal ini memperlihatkan betapa mudahnya akses ke judi online, terutama di kalangan anak muda yang mencari cara cepat untuk meraih keuntungan.
Di tengah badai judi online, harapan tidak pernah pudar di Minangkabau. Rumah dan Surau, dua tempat istimewa yang berakar kuat dalam budaya Minangkabau, menjadi benteng kokoh dalam melindungi generasi muda dari kecanduan judi online.
Kedua tempat ini tidak hanya memberikan perlindungan fisik, tetapi juga moral dan spiritual, yang berperan penting dalam membangun karakter dan daya tahan anak muda terhadap pengaruh negatif dari luar.
Basis Pengasuhan dan Pengarahan Moral
Peran rumah dalam menangkal bahaya judi online sangat signifikan. Orang tua diharapkan lebih aktif dalam mengawasi dan memberikan perhatian kepada anak-anak mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar. Menurutnya, merosotnya ekonomi membuat banyak orang, termasuk generasi muda, mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang.
Padahal, judi jelas-jelas diharamkan oleh agama Islam. Sebab, prilaku judi tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga keluarga, keluarga, bahkan nyawa seseorang. Negara pun telah melarang perbuatan judi seperti diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 303 KUHP. Kemudian, hukum judi online secara spesifik juga telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE dan perubahannya.