SuaraSumbar.id - Sejak sebulan terakhir, hasil perkebunan sawit PT. Laras Internusa (PT LIN) di Kinali, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar), tak bisa dibawa ke pabrik karena dihadang sejumlah warga. Konflik itu dipicu dualisme koperasi plasma di daerah tersebut.
Pihak perusahaan sudah turun tangan mencoba mengangkut hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik kelapa sawit. Namun, tetap saja dihadang sejumlah masyarakat di depan gerbang perusahaan tersebut hingga nyaris berujung bentrok.
Ketua Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali, Ali Bakri mengatakan, penghadangan itu terjadi lantaran perusahaan tidak mengindahkan tuntutan masyarakat, sesuai SK Bupati terkait 20 persen hak masyarakat atas lahan yang diolah perusahaan.
"Pada Selasa 2 Juli 2024, masyarakat sudah berorasi. Tapi pihak PT LIN tidak mengindahkan hal itu, sejumlah masyarakat terpaksa turun dan menyetop hasil panen dari perusahaan," katanya, Selasa (30/7/2024).
Sementara itu, Humas PT LIN, Yudi Rusdianto mengatakan, perusahaan sudah mengajukan gugatan ke PTUN atas SK Bupati Pasaman Barat tanggal 16 Mei 2024 yang dijadikan dasar oleh Koperasi Produsen Adat Kinali melakukan aksi tuntutan hak tersebut.
"Sebelumnya perusahaan sudah mencadangkan lahan seluas 1.381 hektare untuk dibangun kebun plasma yang bermitra dengan Koperasi Sawit Langgam Mandiangin Sejahtera Kinali (KSMLKS) sejak 2012 silam. Nah, tahun 2024 ini muncul lagi SK Bupati Pasaman Barat terkait Koperasi Produsen Adat Kinali. Upaya kita tentu membawa ke PTUN untuk mengkaji keabsahan terkait SK baru itu," jelasnya.
Terkait dualisme SK ini, pihaknya telah bersurat kepada bupati. Namun, bupati justru memberikan sanksi surat peringatan (SP) 1 kepada PT LIN karena tidak menjalani sesuai SK tersebut.
Menurutnya, pihak perusahaan sudah mengalami kerugian yang cukup besar atas aksi penghadangan dari Koperasi Produsen Adat Kinali dan sejumlah masyarakat. Bahkan, sekitar 640 ton TBS siap panen tidak bisa dibawa ke pabrik untuk dijual hingga akhirnya membusuk. Belum lagi yang membusuk di batang sawit sejak awal Juli 2024.
"Ini sudah sangat merugikan pihak perusahaan. Sekitar 800 orang yang terdampak akibat permasalahan ini," katanya.
Pihaknya berharap pemerintah daerah dan pihak berwenang bisa membantu menyelesaikan konflik yang terjadi, agar tidak ada pihak yang dirugikan lagi. "Biarkan dan hormati proses hukum di PTUN berjalan dulu, dan proses operasional kami tetap berjalan seperti biasa dulu, banyak juga masyarakat di sini yang bekerja di perusahaan," katanya.
Ketua Koperasi KSMLKS, Horizon menjelaskan, sebagai koperasi yang sudah memiliki ikatan kerja sama dengan PT LIN sudah mengalami kerugian bahkan karyawan pun tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya.
"Kami harap buah bisa lancar keluar. Kalau ada permasalahan bisa diselesaikan dengan baik. Dampak dari gejolak ini pekerja tidak bisa bekerja dan terjadi penundaan gaji serta karyawan koperasi pun tidak bisa menerima gaji. Ini sudah berlangsung sudah satu bulan," katanya.
Pihaknya sudah bekerja sama dengan PT LIN sejak tahun 2012. "Dengan adanya gejolak ini, kami dari koperasi KSMLKS dalam satu bulan ini mengalami kerugian mencapai 300 ton dan pihak PT LIN tentu kerugian lebih banyak lagi," ungkapnya.
Sementara itu, perwakilan Niniak Mamak sekaligus Hakim Tua di Kinali, Muslim menyatakan, SK Koperasi Produsen yang dikeluarkan bupati tidak ada konsultasi dengan Niniak Mamak sebagai pemegang ulayat.
"SK ini membuat sebuah kerancuan dan menimbulkan gejolak yang terjadi pada hari ini. Kami kecewa dengan telah diterbitkan SK tersebut, karena koperasi KSMLKS yang sudah lama bekerja sama dengan PT LIN tidak bisa bergerak, terutama pemanen yang menggantungkan hidupnya di sini juga tidak bisa menerima hasil panennya," jelasnya.
Kuasa Hukum PT LIN, Zulkifli mengatakan, gejolak terjadi karena desakan dari serikat pekerja panen kepada PT LIN dan desakan koperasi yang telah bekerja sama dari tahun 2012 yakni Koperasi KSMLKS.
"Kemudian ini juga desakan dari niniak mamak Kinali yang dinaungi dan dipertuankan oleh Asrul, yang mendesak PT LIN untuk menyelesaikan permasalahan ini," katanya.
Zulkifli membeberkan, permasalahan ini dimulai dari 2 Juli lalu yang berakibat hasil panen tidak bisa dikeluarkan, sehingga kerugian PT LIN yang sudah terpanen 650 ton, karena truk tak bisa pembawa TBS ke pabrik pengolahan.
Selain kerugian dari PT LIN, negara juga dirugikan karena PT LIN harus membayar pajak dari hasil panen tersebut. "Kita sebagai kuasa hukum juga sudah menyurati terkait desakan masyarakat untuk meminta pengamanan agar hasil buah sawit ini bisa dikeluarkan," ujarnya.
Pihaknya sudah mengadakan pertemuan dengan niniak mamak dan perwakilan pekerjaan panen. Namun koperasi yang meminta PT LIN untuk mengeluarkan hasil sawit, ternyata masih dihalangi beberapa masyarakat Kinali.
"Mereka hanya sebagian yang mengatasnamakan masyarakat Kinali, sementara pekerjaan di sini dan jasa transportasi juga dari masyarakat Kinali. Koperasi ini juga untuk masyarakat Kinali. Nah, sekarang masyarakat Kinali mana yang dirugikan. Ini pertanyaannya," terangnya.
Terkait dengan perintangan ini, pihaknya sedang mengkaji apakah ada gugatan pidana. Berdasarkan undang-undang perkebunan di Pasal 107 jelas disebutkan, ketika ada perintangan penghalangan dari masyarakat jelas ada unsur pidananya.
Kontributor : B Rahmat