SuaraSumbar.id - Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) akan menelusuri kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar).
Diketahui, sebanyak 40 orang santri laki-laki menjadi korban pelecehan seksual oleh dua oknum ustaz atau guru di MTI Canduang. Dari jumlah tersebut, 3 orang disodomi dan selebihnya dilecehkan di areal sensitif.
Pelaku perbuatan bejat itu adalah dua orang guru atau ustaz yang mengajar di MTI Canduang. Kedua pelaku telah mendekam di sel Polresta Bukittinggi itu berinisial RA (29) dan AA (23).
"LPAI akan berkoordinasi dengan LPAI Sumbar untuk mengecek kasus ini agar kasus kekerasan seksual tidak dibiarkan begitu saja," kata Ketua Umum LPAI, Seto Mulyadi, Selasa (30/7/2024).
Selain LPAI Sumbar, pihaknya juga akan berkoordinasi intens dengan Polda setempat untuk menindaklanjuti perkembangan kasus tersebut. Sebab, kekerasan seksual termasuk tindak pidana yang bukan delik aduan.
Artinya, polisi bisa atau wajib melakukan penindakan serta melakukan pemidanaan terhadap pelaku meskipun tidak ada laporan pengaduan.
"LPAI akan berkoordinasi dengan Polda Sumbar dan menanyakan sudah berapa jauh penanganan kasus ini," katanya.
Menurut Kak Seto, tingginya angka kekerasan seksual di ranah pendidikan bisa juga terjadi karena kurangnya pengawasan dari pihak sekolah termasuk masyarakat di sekitar satuan pendidikan itu sendiri.
Dalam pengungkapan kasus, psikolog kelahiran Klaten 28 Agustus 1951 tersebut menegaskan pemerintah atau instansi terkait juga wajib memerhatikan psikologis korban, dan tidak hanya terfokus pada penindakan pelaku.
Penguatan psikologis kepada korban ditujukan agar anak-anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian hari. Selain itu, pendampingan juga ditujukan agar mental korban kembali pulih dan percaya diri seperti sebelumnya.
Pencipta karakter Si Komo itu menjelaskan pendampingan psikologis terhadap anak-anak korban kekerasan seksual memerlukan tindakan dan waktu yang berbeda-beda, atau tergantung perlakuan yang dialami korban.
Menurutnya, terdapat tiga poin utama dalam proses pendampingan psikologis. Pertama, seberapa besar kejahatan yang dilakukan pelaku kepada korban. Kedua, kondisi kesehatan mental korban dan terakhir langkah treatment yang dilakukan psikolog bagi anak. (Antara)