SuaraSumbar.id - Merger PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo (Persero) merupakan upaya mengokohkan Indonesia menuju poros maritim dunia. Selain mendorong percepatan aktivitas pelayanan pelabuhan, penyatuan Pelindo I, II, III dan IV yang dimulai 1 Oktober 2021 lalu, juga menekan biaya logistik di Tanah Air.
PT Pelindo kini mengoperasikan 94 pelabuhan yang tersebar di 32 provinsi, termasuk pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Pasca merger, pelabuhan terbesar di Pantai Barat Sumatera itu menjadi PT Pelindo Regional 2 Teluk Bayur bersama 12 pelabuhan lainnya.
Pelabuhan yang dulu bernama Emmahaven itu terus berinovasi sesuai tuntutan zaman. Geliatnya kian terasa sejak menjadi pelabuhan kelas satu bersertifikat ISO 9002 di 2013 silam. Di tahun itu pula pelabuhan tertua kedua setelah Sunda Kelapa ini, membangun Terminal Peti Kemas (TPK).
Dari catatan sejarah, pelabuhan yang berdiri sejak 1858 itu awalnya hanya pelabuhan angkutan orang. Secara berangsur, Teluk Bayur bertransformasi menjadi pelabuhan ekspor dan impor yang mobilitasnya terus meningkat sejak hadirnya layanan petikemas.
Baca Juga:Genjot Nilai Tambah, SIG dan Pelindo Teken Kerjasama Operasional dan Pengembangan Usaha
Kamis (8/9/2022) sore, aktivitas bongkar muat di TPK Teluk Bayur tampak sepi. Hanya terlihat satu unit reach stacker mondar-mandir menangani kontainer yang berjejer tak jauh dari bibir dermaga. Sekitar 50 meter dari lokasi tersebut, juga tampak satu unit Gantry Luffing Crane (GLC) sedang menangani batu bara.
Paling ujung dari arah dermaga petikemas, terlihat satu unit kapal pengangkut CPO sedang bersandar. "Khusus kapal CPO ini namanya dermaga 7. CPO ini tiap hari, tapi kalau petikemas sekitar 7-8 kapal sebulan," kata salah seorang petugas di dermaga Petikemas, Hermansyah.
Data Pelindo mengungkap luas lahan pelabuhan Teluk Bayur 79,3 hektare. Sedangkan luas area petikemasnya 8.324 meter dengan waktu dwelling time 2-3 hari dan produksi per bulannya mencapai 8.000 Twenty Foot Equivalent Unit (TEUs).
Wajah Teluk Bayur tak sekadar berubah dari pelabuhan kayu menjadi beton. Kini, alat-alat bantu bongkar muatnya pun canggih dan berstandar internasional. Hal itu dinyatakan Deputy General Manager (DGM) Komersil PT Pelindo Regional 2 Teluk Bayur, Hendri Adolf. "Pelabuhan Teluk Bayur masuk kelas madya," katanya dalam keterangan tertulis.
Merger Pelindo memacu aktivitas bongkar muat lebih cepat dan efisien. Semuanya tentu bisa terlaksana jika alat-alat bantu bongkar muat berkapasitas memadai. Fasilitas bongkar muat di pelabuhan Teluk Bayur kini dilengkapi 4 unit Gantry Luffing Crane (GLC), 3 Rubber Tyred Gantry (RTG), 4 Spreader Telescopic, 6 unit Wheel Loader, 3 Excavator, 3 Reach Stacker, 2 Side Loader, 10 Forklift, 16 Head Truck, 6 Dump Truck, 7 Chassis 45, 9 Chassis 40, 3 Hopper, 6 Bucket dan 1 Grab. "Kita juga punya jembatan timbangan," katanya.
Baca Juga:Penyandang Disabilitas di Kota Manado Ikut Program Difablepreneur Pelindo
Pelayanan di pelabuhan Teluk Bayur kini ditunjang tiga subholding PT Pelindo. Pertama, subholding PT Pelindo Multi Terminal melalui anak perusahaan PT Pelabuhan Tanjung Priok yang fungsinya mengelola multipurpose atau bongkar muat komoditas kargo umum. Kemudian, subholding PT Pelindo Terminal Petikemas melalui anak perusahaan PT IPC Terminal Petikemas untuk melayani pelayanan Petikemas. Selanjutnya, subholding PT Pelindo Jasa Maritim melalui anak perusahaan PT Jasa Armada Indonesia yang mengurus seluruh aktivitas penunjang dalam pelayanan penundaan dan labuh kapal.