SuaraSumbar.id - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI optimistis dengan potensi pertumbuhan ke depan yang didorong oleh tiga aspek. Pertama, sumber pertumbuhan baru yang jelas. Kedua, kapital yang cukup, dan yang ketiga likuiditas yang memadai.
Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan, melalui Holding Ultra Mikro (UMi), perseroan memastikan bahwa sumber pertumbuhan baru akan terus bertambah.
“Sumber pertumbuhan baru dibangun melalui dibentuknya sinergi ekosistem ultra mikro dengan memasukkan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dalam BRI Group. Jadi, syarat pertama memiliki kejelasan sumber pertumbuhan baru,” ujarnya dalam acara diskusi EMITALK BBRI 2022, Selasa malam (30/8).
Mengacu pada data BRI Group sebagai induk Holding UMi per Juni 2022, terdapat sekitar 45 juta potensi nasabah ultra mikro yang dapat diberdayakan. Adapun 15 juta di antaranya sudah dapat mengakses lembaga pembiayaan formal.
Baca Juga:Barito Putera Gagal Tumbangkan Arema FC, Pelatih: Kami Kurang Percaya Diri
Kemudian syarat pertumbuhan yang kedua, lanjut Sunarso, BRI memiliki kapital yang cukup. CAR bank terbesar di Tanah Air ini per semester I-2022 sekitar 25%, naik 20% secara tahunan. Seperti diketahui, CAR atau Capital Adequacy Ratio adalah rasio kecukupan modal untuk menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh perbankan.
Menurut Sunarso, persentase CAR saat ini membuat posisi keuangan BRI aman sehingga BRI punya keleluasaan menurunkan CAR dari level 25% saat ini ke level yang optimal di kisaran 16%-18%. “Maka 2-3 tahun ke depan BRI tidak perlu menambah modal. Justru BRI perlu mengoptimalkan modal dengan cara bertumbuh,” ujarnya penuh optimisme.
Lalu syarat pertumbuhan ketiga adalah ketersediaan likuiditas yang mumpuni. Dengan kecukupan likuiditas tersebut, BRI mampu menekan Cost of Fund (CoF) di kisaran 1,7%. CoF tersebut merupakan yang terendah, setidaknya sejak 2019. Pada 2019, angkanya sekitar 3,6%, pada 2020 ditekan menjadi 3,2%, dan pada 2021 sekitar 2,1%. Sunarso mengungkapkan hal tersebut menunjukkan bahwa transformasi BRI semakin kuat, terutama dari struktur liabilitasnya sehingga mampu mempertebal ketersediaan likuiditas.
Dividen dan Proyeksi Pertumbuhan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan BRI, Viviana Dyah Ayu memproyeksikan pertumbuhan dalam 2-3 tahun ke depan setidaknya berada di kisaran 11%-12%. Melalui asumsi ini, kata Viviana, pada kurun 3 - 5 tahun ke depan BRI masih memiliki opportunity untuk memberikan dividen pay out ratio yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal prapendemi.
Baca Juga:BRI LIGA 1: Borneo FC Lupakan Kegagalan di Bogor, Siap-siap Hadapi Persita Tangerang
“Tahun ini sebenarnya kami sudah memulai dividen pay out ratio yang cukup tinggi, yaitu kurang lebih 85% dari net profit di tahun 2021. Artinya, setiap lembar saham itu menerima kurang lebih Rp174,” ungkapnya.
Dengan kondisi permodalan saat ini, kemudian pertumbuhan di kisaran 11-12% dan juga komitmen untuk memberikan return yang optimal dalam 3 - 5 tahun ke depan, BRI masih memiliki potensi untuk memberikan dividen di atas 70%.
Kinerja Solid
Senada, Direktur PT Indovesta Utama Mandiri Rivan Kurniawan yang juga seorang Indonesia Value Investor mengungkapkan, tak keliru jika BRI memiliki optimisme tersebut. Menurutnya, dua tahun terakhir terutama pascapandemi kinerja BRI sangat solid. “Dan saya melihat bahwa tren dari kinerja BBRI juga terus membaik pasca pandemi,” ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi poin-poin keberhasilan dari BRI, yaitu dari sisi loan dan financing. Per kuartal II-2022, menurutnya loan dan financing BRI tumbuh sekitar 8,7% secara tahunan menjadi Rp1.104,8 triliun dari Rp1.015,9 triliun.
Kemudian dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) bertumbuh sekitar 3,7% secara tahunan menjadi Rp1.137 triliun. Dari sisi profitabilitas, BRI pun sangat kuat. Net interest margin (NIM) kuartal II-2022 sekitar 8,24% meningkat secara tahunan dari 7,41%.
“Peningkatan NIM juga didorong dari fokus pertumbuhan segmen mikro dan ultramikro, serta efisiensi biaya bunga. Laba bersih juga tumbuh strong mencapai Rp24,9 triliun per semester I-2022, tumbuh sekitar 98,4 persen secara tahunan,” jelasnya. Adapun Return on asset (RoA) juga bertumbuh 3% dan juga return on equity (RoE) bertumbuh 17,48%,” lanjutnya.
Kemudian hal lain yang juga disoroti adalah Fee Based Income yang naik sekitar 7,8% secara tahunan dari Rp8,16 triliun menjadi Rp8,79 triliun per kuartal II-2022. Menurutnya, hal itu tak terlepas dari segmen e-channel dan deposit administration fee yang menjadi kontributor terbesar, yakni sekitar 41% untuk e-channel dan deposit administration fee sekitar 26%.
Selain itu pertumbuhan dari non e-channel dan insurance related juga cukup signifikan, yakni bertumbuh sekitar 53% dan insurance related fee sekitar 46,9%.
BRI pun dinilai mampu menjaga kualitas kredit yang jauh membaik pascapandemi. Di mana pada September 2020, loan at risk (LAR) sempat mencapai 29,8% saat pandemi. Seiring berjalannya waktu LAR BRI terus mengalami penurunan, yaitu per kuartal II-2022 mencapai 20,8%.
“Dari sisi pencadangannya loan at risk coverage juga secara konsisten menunjukan peningkatan dari 21,8 persen pada September 2020 menjadi 42,4 persen pada Juni 2022,” ujarnya.
Terakhir, dari sisi NPL coverage yang saat ini sangat konservatif di angka sekitar 2,66% menunjukan bahwa manajemen BRI ini cukup prudence dan juga konservatif dalam menjaga NPL-nya.