SuaraSumbar.id - Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengomentari soal kehadiran Pro Jokowi (Projo) dalam pertemuan partai Koalisi Indonesia Bersatu (PAN, PPP dan Golkar) pada Sabtu (4/6/2022).
Menurut Hasto, partainya tak ingin mencampuri urusan parpol lain, termasuk kehadiran Projo dalam agenda KIB.
"Bagi PDIP dalam konteks pilpres konstitusi mengatakan bahwa pasangan capres cawapres itu diusung oleh parpol atau gabungan partai politik. Sehingga kami tidak mencampuri rumah tangga orang termasuk Projo. Projo adalah relawan kecuali dia men-declare (mendeklarasikan) sebagai partai politik kalau punya keberanian," kata Hasto, Minggu (5/6/2022).
Dia menegaskan, partainya tak merasa takut dengan manuver yang dilakukan Projo di silaturahmi nasional KIB.
Baca Juga:PAN, Golkar, dan PPP Mulai Bahas Mekanisme Penentuan Calon Presiden 2024
"PDIP lahir dari suatu proses gemblengan yang panjang. Kantor partai kami pernah diserang sehingga enggak ada ketakutan. Kami kalau seluruh kinerja yang ditunjukkan oleh PDIP tidak diterima oleh rakyat," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Hasto, PDIP terus bergerak ke bawah supaya rakyat dan PDIP menjadi satu kesatuan.
"Bukankah itu sebagai suatu instrumen terpenting dalam pemilu itu adanya kekuatan kolektif," tuturnya.
Terkait kesepakatan yang dibuat Golkar, PAN, dan PPP, kata Hasto, hal itu merupakan strategi setiap parpol.
"Terhadap berbagai kesepakatan-kesepakatan yang ada, itu merupakan bagian dari strategi setiap partai politik. Bagi PDI Perjuangan strategi utama saat ini adalah bergerak bersama dengan kekuatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam pemilu," tutur Hasto.
Baca Juga:Simak Poin-poin Kesepakatan Koalisi Indonesia Bersatu
Dalam kesempatan itu, mahasiswa doktoral Universitas Pertahanan ini menambahkan seorang pemimpin tak bisa hadir hanya karena didukung segelintir atau parpol tertentu, namun seorang pemimpin harus hadir dari semangat gotong royong.
"Kita enggak bisa, ada seorang presiden yang berdiri hanya karena dukungan segelintir orang atau parpol. Kita adalah negara gotong royong, apalagi dukungan mereka yang tidak sebagai partai politik, padahal di tata kelola pemerintah memerlukan dukungan dari DPR," tuturnya.
"Kita lihat Pak Jokowi periode pertama basis relevannya sangat kuat tapi ketika di DPR kurang dari 50 persen, maka sulit untuk melakukan konsolidasi pemerintahan negara," kata Hasto. (Antara)