SuaraSumbar.id - Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh ikut merespons perkara vidoe syur artis berinisial GA. Menurutnya upaya kepolisian dalam menangani kasus tersebut sudah tepat.
Pangeran mendukung langkah Polda Metro Jaya atas penanganan kasus video syur dengan pemeran GA dan MYS.
Menurutnya penetapan tersangka kepada GA tepat. Mengingat seseorang yang menyebar dan merekam konten-konten pornografi merupakan sebuah tindakan yang telah melanggar Pasal 29 Undang-undang Pornografi.
"Bunyi ayat dalam UU Pornografi jelas bahwa yang merekam ataupun yang menyebar luaskan konten-konten tersebut tentu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum," kata Pangeran kepada wartawan, Rabu (30/12/2020).
Baca Juga:Komisi III DPR akan Bentuk TPF Penembakan Polisi Tewaskan Enam Laskar FPI
Sementara itu terkait penetapan GA sebagai tersangka, Pangeran berharap hal itu dapat memberikan pelajaran kepada masyarakat agar tidak menggunakan media sosial secara sembarangan dan melakukan tindakan serupa.
"Saya berharap hal tersebut dapat menjadi pelajaran bagi seluruh pengguna media sosial agar tidak melakukan tindakan-tindakan serupa," ujarnya.
Tak Bisa Dipidana
Sebelumnya, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menegaskan, siapa pun yang tidak menghendaki penyebaran video pribadinya ke ranah publik, merupakan korban, bukan pelaku.
Hal iti dipertegas ICJR menyusul penetapan tersangka kepada publik figur GA dan MYD terkait video syur keduanya yang tersebar pada 7-8 November 2020.
Baca Juga:Arteria PDIP: Kalau Habib Rizieq Koperatif, 6 Pengawalnya Tak Bakal Tewas
GA dan MYD menjadi tersangka atas sangkaan Pasal 4 UU Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati, dalam keterangannya, mengingatkan catatan mendasar pada kasus GA dan MYD.
Dia mengatakan, siapa pun yang berada dalam video tersebut, apabila sama sekali tidak menghendaki adanya penyebaran ke publik, tidak dapat dipidana dengan sejumlah dasar argumentasi.
Pertama, ujar Maidina, dalam konteks keberlakukan UU Pornografi, orang dalam video yang tidak menghendaki penyebaran video tidak dapat dipidana.
"Terdapat batasan penting dalam UU Pornografi, bahwa pihak-pihak yang melakukan perbuatan membuat dalam Pasal 4 UU Pornografi tidak dapat dipidana apabila dilakukan untuk tujuan diri sendiri dan kepentingan sendiri. Dengan demikian perbuatan membuat pornografi tidak bisa dipidana apabila dilakukan untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan pribadi," tutur Maidina.
Berdasarkan Pasal 6 UU Pornografi diatur mengenai larangan memiliki atau menyimpan tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
Perdebatan lain, yakni terkait dengan adanya Pasal 8 UU Pornografi tentang larangan menjadi model atau objek yang mengandung muatan pornografi.
"Mengenai hal ini, risalah pembahasan UU Pornografi menjelaskan bahwa yang didefinisikan sebagai perbuatan kriminal adalah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di ruang publik, ada aspek mendasar yaitu harus ditujukan untuk ruang publik. Maka selama konten tersebut adalah kepentingan pribadi, sekalipun sebagai pemeran dalam suatu konten, ketentuan hukum dan konstitusi di Indonesia melindungi hak tersebut," kata Maidina.
Dengan kata lain, lanjut Maidina, perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Larangan menjadi model tetap harus dalam kerangka komersial, bukan kepentingan pribadi.
Ia pun meminta penyidik memahami, apabila GA dan MYD tidak menghendaki penyebaran video syur ke publik atau untuk tujuan komersil, maka mereka adalah korban yang harusnya dilindungi.
"Penyidik harus kembali ke fokus yang tepat yaitu penyidikan kepada pihak yang menyebarkan video tersebut ke publik," kata Maidina.