Riki Chandra
Jum'at, 14 November 2025 | 14:12 WIB
Pertunjukan dalam Puncak kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu. [Dok. Istimewa]
Baca 10 detik
  •  Payakumbuh juara umum pada ajang Festival Tunas Bahasa Ibu.

  • Peserta disebut duta bahasa ibu oleh Kepala Balai Bahasa.

  • Juri kritik ketidaktelitian pendamping dalam membaca juklak juknis.

SuaraSumbar.id - Puncak kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu kembali digelar sebagai bagian dari program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) oleh Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Acara yang berlangsung di Gedung Engku Syafei BBPMP Sumatera Barat (12/11/2025) ini menghadirkan para pelajar terbaik dari seluruh daerah untuk unjuk kemampuan dan menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya Minangkabau.

Pada ajang Festival Tunas Bahasa Ibu Tingkat SMP tersebut, Kota Payakumbuh berhasil keluar sebagai juara umum dengan membawa pulang lima kemenangan dari lima cabang lomba yang dipertandingkan.

Sejak Mei, rangkaian kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu diawali dengan Bimbingan Teknis untuk Guru Utama dari 18 kabupaten/kota. Program ini mencakup lima kompetensi yang disiapkan untuk menghidupkan kembali kejayaan Bahasa Minangkabau, mulai dari manulih carito, bacarito, menulis dan membaca pantun, badendang hingga bapidato. Setiap kabupaten/kota mengirimkan satu wakil untuk setiap kategori lomba.

Pada minggu sebelumnya (5/11), kegiatan serupa untuk tingkat SD di Kabupaten Pasaman juga telah menghasilkan empat pemenang, dua di antaranya berhasil meraih juara utama.

Kepala Balai Bahasa, Rahmat, menegaskan pentingnya peran peserta dalam ajang ini.

“Anak-anak yang tampil di FTBI bukan sekadar peserta lomba, tetapi juga duta bahasa ibu bagi masa depan Sumatera Barat. Mereka akan mewakili provinsi ini di ajang FTBI Tingkat Nasional di Jakarta,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (14/11/2025).

Sebelum perlombaan dimulai, panitia menghadirkan sesi wicara publik bersama Rahmat, Yusrizal KW, dan Syamdani.

“Melalui festival ini, kita tidak hanya merayakan bahasa sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai simbol warisan budaya yang hidup dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya,” kata Ketua Tim Kerja Pemodernan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Fitria Dewi.

Usai perlombaan, Dewan Juri diberi kesempatan menyampaikan evaluasi. Juri badendang, Jawahir, menyoroti peserta yang dinilai belum memahami kemudahan dasar dendang.

“Ini diterjemahkan dari tembang tradisi. Jadi yang tidak mengikuti juklak juknis tidak bisa kami nilai,” ujarnya.

Ia bahkan menunjukkan contoh dendang “Banda Sapuluah” sebagai rujukan. Hal serupa disampaikan juri bacarito, S Metron Masdison.

Ia menyesalkan adanya peserta unggulan yang harus didiskualifikasi karena ketidaktelitian guru pendamping.

“Ada peserta yang layak pemenang utama tapi didiskualifikasi karena gurunya tidak telaten membaca juknis. Sayang sekali,” katanya.

Metron menegaskan agar seleksi tingkat kabupaten/kota diperjelas jika kegiatan ini terus digelar. Menurutnya, masih ada daerah yang tidak melakukan seleksi dengan baik, bahkan ada yang tidak mengirimkan peserta. Ia berharap Balai Bahasa Sumatera Barat dapat terus mengembangkan program yang memajukan budaya Minangkabau melalui Festival Tunas Bahasa Ibu.

Load More