Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Selasa, 07 November 2023 | 18:10 WIB
Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Harif Amali Rivai. [Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Sumatera Barat cukup banyak memiliki potensi panas bumi. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM PTSP) Sumbar, jumlahnya mencapai 19 titik. Sayangnya, potensi energi panas bumi tersebut belum tergarap maksimal.

Pengamat Ekonom dari Universitas Andalas (Unand), Harif Amali Rivai mengatakan, 19 titik enegi panas bumi itu mampu menghasilkan 1.680 mega watt (MW). Saat ini, baru berhasil dikelola wilayah Muara Labuh, Kabupaten Solok Selatan.

"Padahal energi panas bumi atau geothermal adalah alternatif energi bersih, minim resiko dan mampu mendongkrak perekonomian daerah," katanya, Selasa (7/11/2023).

Harif mengapresiasi keberhasilan pemanfaatan energi panas di Solok Selatan yang dikelola oleh PT Supreme Energi Muara Labuh. Sudah bertahun-tahun berjalan, eksplorasi energi panas bumi di daerah itu tidak memberikan dampak buruk kepada lingkungan dan malahan meningkatkan perekonomian masyarakat.

"Keberadaan geothermal terbukti telah meningkatkan ekonomi daerah tersebut. Dalam satu tahun saja, ada sekitar Rp70 miliar lebih Pendapatan Asli Daerah (PAD) masuk ke Solok Selatan," tuturnya.

Dijelaskannya, daerah lain pun juga memiliki potensi energi panas bumi seperti di Gunung Talang, Kabupaten Solok, Harif mendorong supaya pemerintah daerah menyelesaikan persoalan sosial yang dapat menjadi penghalang investasi masuk.

Menurutnya, masih ada sebagian masyarakat yang belum paham manfaat masuknya investor dan perusahaan ke daerah mereka karena ketakutan akan digusur atau lahan mereka rusak.

"Disinilah peran pemerintah daerah untuk meyakinkan masyarakat bahwa Geothermal itu ramah lingkungan dan akan ada dampak ekonomi yang besar untuk daerah, terutama masyarakat sekitar," ujarnya.

Dampak ekonomi untuk masyarakat yang sangat dirasakan, kata Harif, adalah terserapnya tenaga kerja lokal. Seperti geothermal di Solok Selatan, investor lebih banyak menggunakan tenaga kerja lokal sejak dari masa konstruksi awal (EPC).

"Kemudian di Solok Selatan ini, ada juga transfer teknologi melalui pendidikan kejuruan (SMK) bagi masyarakat yang ingin bekerja di tingkat yang lebih tinggi yang memerlukan keterampilan teknis dan lainnya," ungkapnya.

Di samping itu, salah satu aset yang akan dibangun untuk memperlancar pembangunan PLTP adalah pembangunan jalan dari dan menuju ke lokasi PLTP.

"Pembangunan jalan ini tidak hanya untuk PLTP, tapi otomatis juga berguna bagi masyarakat luas. Dengan terbukanya akses jalan yang baru, maka transportasi dari dan menuju ke desa-desa terdekat akan menjadi lancar. Hasil-hasil bumi yang diproduksi akan mudah didistribusikan," katanya.

Kemudian akan ada lagi dampak turunan kepada UMKM masyarakat sekitar proyek geothermal tersebut, seperti pemanfaatan panas bumi untuk pengeringan produk holtikultura seperti kopi dan sejenisnya.

Persoalan lain yang menghambat masuknya investor untuk geothermal ini adalah adanya provokasi dari pihak luar untuk mencari keuntungan. Provokasi ini kata dia dilakukan dengan menghasut serta memberikan kabar buruk tentang geothermal.

"Pemda harus menjelaskan bahwa ketakutan seperti itu tidak punya dasar. Contoh Solok Selatan, mereka bergerak sudah sesuai Amdal, semua operasional memenuhi standar, lalu tenaga kerja lokal akan terserap," pungkasnya.

Load More