Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Jum'at, 15 Juli 2022 | 06:15 WIB
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa sebelum dilantik pada Senin (18/11/2019) waktu setempat. (Foto: AFP)

"Mereka telah menjual negara ini, kami ingin orang baik mengambil alih, sampai itu terjadi kami tak akan berhenti," kata dia.

Aksi-aksi memprotes krisis ekonomi telah berlangsung berbulan-bulan dan mencapai puncaknya pekan lalu ketika ratusan ribu orang menduduki gedung-gedung pemerintah di Kolombo.

Mereka menyalahkan keluarga dan sekutu Rajapaksa atas inflasi yang tinggi, kelangkaan bahan pokok, dan korupsi.

Rajapaksa, istri dan dua pengawalnya meninggalkan negara itu dengan sebuah pesawat AU Rabu pagi dan terbang ke Maladewa.

Baca Juga: Kabur dari Krisis Ekonomi Sri Lanka, Presiden Gotabaya Rajapaksa 'Ngumpet' di Singapura

Pemerintah memberlakukan jam malam di Kolombo mulai Kamis tengah hari (13.30 WIB) sampai Jumat untuk mencegah kerusuhan meluas.

Media setempat menayangkan kendaraan-kendaraan lapis baja dengan serdadu di atasnya berpatroli di jalan-jalan ibu kota.

Militer mengatakan tentara dikerahkan untuk melindungi rakyat dan fasilitas publik.

Parlemen dijadwalkan akan memilih presiden baru pada 20 Juli.

Seorang sumber di partai berkuasa mengatakan bahwa Wickremesinghe adalah pilihan pertama partai, meskipun belum ada keputusan yang diambil.

Baca Juga: Melarikan Diri saat Krisis Ekonomi, Presiden Sri Lanka Tiba di Singapura

Kubu oposisi mengusung pemimpinnya, Sajith Premadasa, putra seorang mantan presiden. (Antara/Reuters)

Load More