Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Selasa, 26 April 2022 | 14:15 WIB
Dua bayi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) bermain di halaman saat pemberian nama bayi tersebut pada peringatan Hari Harimau Sedunia di Taman Safari Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (29/7/2021). [ANTARA FOTO/Zabur Karuru]

SuaraSumbar.id - Populasi Harimau Sumatera yang hidup di wilayah hutan Sumatera Barat (Sumbar) kurang dari 200 ekor. Menurut BSKDA Sumbar, jumlah tersebut berdasarkan data pendekatan daya tampung habitat yang terdiri dari dua landscape.

Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono mengatakan, landscape besar terbentang dari Taman Nasional Kerinci Seblat hingga ke Suaka Margasatwa Bukit Barisan. Di wilayah tersebut, tercatat sekitar 70 hingga 100 ekor harimau.

Sedangkan untuk landscape yang terbentang dari Cagar Alam Maninjau hingga ke Batang Gadis, tercatat sekitar 100 ekor.

"Data itu hutannya menyambung ke Sumatera Utara dan Jambi. Kadang ada yang datang dari luar Sumbar, namun masuk wilayah Sumbar dan datang dari Sumbar, namun masuk ke wilayah luar Sumbar," katanya dikutip dari Covesia.com - jaringan Suara.com, Selasa (26/4/2022).

Baca Juga: Pria Ini Tawarkan Wanita Muda ke Pria Hidung Belang, Endingnya Begini

Menurut Ardi, harimau betina mampu melahirkan keturunan ketika berumur lima tahun. Harimau mampu melahirkan anak dua ekor, namun mayoritas hanya satu ekor.

"Harimau jantan dewasa jarang sekali ke luar dari hutan, kecuali tahun 2021 namun tidak jantan dewasa hanya anaknya, diduga tertingal induk dan kita selamatkan," katanya.

Sementara itu, harimau betina akan sering keluar hutan ketika hendak melahirkan dengan tujuan menjauhi harimau jantan.

"Apabila dekat dengan harimau jantan berkemungkinan besar anaknya akan dimangsa dengan tujuan agar dapat mengawini harimau betina," katanya.

Di sisi lain, BKSDA Sumbar juga menyoroti kematian harimau yang terkena jerang seling di Aceh. pada Minggu (24/4/2022) lalu.

Baca Juga: Geger Harimau Mangsa Hewan Ternak di Halaman Rumah Warga Bengkalis

BKSDA Sumbar meminta masyarakat untuk tidak memasang jerat di perkebunan dengan alasan apapun. Sebab, jerat dapat membahayakan satwa yang dilindunggi itu.

"Jangan memasang jerat dengan alasan apapun, terutama mengunakan seling karena dapat menyebabkan putus kaki hewan yang terjerat. Bisa jadi yang dijerat bukan harimau, tetapi yang kena harimau atau hewan dilindungi lainnya," katanya.

Di lihat dari sosial budaya masyarakat Minangkabau sampai sekarang masih percaya bahwa harimau tersebut adalah "Inyiak", sehingga budaya berburu dan memasang jerat jarang ditemukan di Sumbar.

"Kasus memasang jerat pada masyarakat Sumbar tidak ditemukan serta harimau juga tidak menganggu aktivitas manusia," katanya.

"Harimau itu akan menyerang manusia jika kehidupannya diganggu, bahkan di Agam pada bulan Januari lalu kita evaluasi harimau yang sudah satu hari diperkampungan tidak menyerang manusia, hanya beberapa hewan ternak saja," katanya lagi.

Load More