Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 26 September 2021 | 12:04 WIB
Tim Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Pertanian, memantau produksi padi biofortifikasi di Lampung [SuaraSumbar.id / KSP]

SuaraSumbar.id - Tim Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Pertanian, memantau produksi padi biofortifikasi di Lampung.

Monitoring ini dilakukan, karena percepatan produksi padi biofortifikasi merupakan salah satu program prioritas nasional Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin.

“Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin menaruh perhatian besar pada kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Dan salah satu untuk mencapainya, pengembangan padi bifortifikasi,” jelas Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Panutan Sulendrakusuma, di sela-sela kunjungan kerja di Lampung, Sabtu 25 September 2021.

Pada 2020, Bappenas menetapkan penanaman padi bifortifikasi masuk dalam program prioritas RPJMN 2020-2024. Pengembangan varietas padi yang memiliki kandungan sumber mineral atau zinc (Zn) tersebut, merupakan terobosan dalam penanggulangan kekerdilan (stunting) di Indonesia.

Baca Juga: Mentan Antusias Hadiri Panen Padi Varietas Unggul di Kalbar

Dengan kandungan zinc mencapai 34,51 ppm dan rata-rata 29,54 ppm, padi bifortifikasi diklaim bisa mengoptimalkan pertumbuhan tinggi dan berat anak.

Pengembangan budidaya padi bifortifikasi atau Inpari IR Nutri zinc, telah dilakukan sejak 2020 di beberapa daerah yang memiliki prevalensi balita stunting tinggi. Tahun ini, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian manargetkan, pengembangan padi bifortifikasi 46 hektare di 26 Provinsi.

“Khusus di Provinsi Lampung, pengembangan padi nutri zinc ditargetkan sebesar 46 hektare. Diantaranya tersebar di Kecamatan Kota Agung Timur, Kota Agung Barat, Pematang Sawah, dan Semangka,” terang Panutan.

Seperti diketahui, berdasarkan hasil survei Status Gizi Balita pada 2019, prevalensi stunting Indonesia sebesar 27,67 persen.

Angka itu masih di atas standar WHO, bahwa prevalensi stunting di suatu negara tidak boleh melebihi 20 persen. Program akselerasi penurunan stunting menjadi salah satu program priotitas pemerintah di sektor kesehatan, dengan target mencapai 14 persen pada 2024.

Baca Juga: Ajak Rakyat Indonesia Bangkit, Padi Reborn Rilis Lagu Memberi Makna Indonesia

Load More