Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Senin, 03 Mei 2021 | 05:15 WIB
Ilustrasi uang (pixabay.com/EmAji)

SuaraSumbar.id - Tunjangan Hari Raya (THR) adalah salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu menjelang Hari Raya Idul Fitri. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengimbau para pengusaha untuk membayar THR paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 2021.

Suara.com merangkum sekelumit tentang sejarah lahirnya Tunjangan Hari Raya atau THR yang sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun di Indonesia.

1. THR Berawal di Orde Lama

Melansir dari Implikasi Yuridis Depenalisasi Dalam Pelanggaran Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Terhadap Pekerja oleh Sholikatun (2017), THR pertama kali digalakkan pada era Orde Lama yakni ketika kabinet Soekiman Wirjosandjojo pada April 1951.

Baca Juga: Sejarah THR: Warisan Orde Lama Dinantikan Hingga Kini

2. Strategi Politik

Mulanya, diberlakukannya THR untuk meningkatkan kesejahteraan Pamong Pradja atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, lebih dari itu, THR digunakan sebagai strategi politik untuk mendukung kabinet Soekiman. Dulu, besaran THR pertama kali adalah Rp 125 ribu hingga Rp 200 ribu.

3. Protes Buruh

Selanjutnya, kebijakan THR ini menuai protes dari para buruh karena merasa pemerintah tidak memperhatikan nasib para buruh. Terlebih pada saat itu PNS masih didominasi oleh kalangan atas, sehingga timbul ketimpangan sosial. Hal tersebut akhirnya menuai aksi mogok kerja dari para buruh.

4. Buruh Menuntut THR

Baca Juga: Bupati Banyuwangi Donasikan THR Miliknya ke Warga yang Membutuhkan

Akibatnya, para buruh pun menuntut pemerintah memberikan hak serupa kepada para pekerja swasta sebagai bentuk kepedulian dalam menghadapi situasi ekonomi yang sedang sulit. Mengingat, menjelang lebaran kebutuhan pokok melonjak tajam.

5. Pemerintah Menerbitkan Aturan THR

Setelah Ahem Erningpraja menjabat sebagai Menteri Perburuhan, ia menerbitkan Peraturan Menteri Perburuhan no.1/1961 yang menyatakan bahwa THR adalah hak bagi buruh swasta. Hingga kini THR telah menjadi hak seluruh kaum buruh dan pekerja di Indonesia.

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016, pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha. (Suara.com)

Load More