Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Rabu, 14 April 2021 | 04:15 WIB
Ilustrasi Mandi. (Pixabay/PublicDomainPictures)

SuaraSumbar.id - Berbagai persoalan tentang keagamaan kerap muncul saat masuknya bulan suci Ramadhan. Salah satunya, apakah boleh seseorang yang air maninya keluar di malam hari menjelang Imsak, langsung sahur atau mesti mandi wajib terlebih dahulu.

Air mani seorang pria keluar di malam hari disebabkan berbagai faktor. Misalnya mimpi basah atau berhubungan suami-istri.

Lantas, ketika waktu mandi bertabrakan dengan waktu sahur atau Imsak, bolehkan langsung sahur?

Untuk diketahui, agama Islam tidak melarang suami istri berhubungan badan malam hari saat bulan Ramadhan.

Baca Juga: Sinopsis Film Ajari Aku Islam, Kisah Nyata Roger Danuarta Masuk Islam

Selain itu, tidak ada larangan juga bagi seseorang yang junub untuk menikmati sahur. Sebab, sahur bukan merupakan aktivitas yang dilarang bagi orang yang junub.

Penjelasan ini merujuk pada apa yang disampaikan oleh Syekh Al-Qadli Abu Syuja seperti yang dikutip NU Online.

“Haram bagi orang junub lima hal: shalat, membaca Al-Qur’an, memegang dan membawa mushaf, thawaf, serta berdiam diri di masjid.” (al-Qadli Abu Syuja’, Matn al-Taqrib, Semarang, Toha Putera, tanpa tahun, halaman 11).

Meski diperbolehkan makan sahur dalam kondisi junub, tetap disarankan untuk mandi wajib terlebih dahulu. Namun ketika waktunya tidak memungkinkan, maka boleh melakukan santap sahur dengan membasuh kemaluan dan berwudhu terlebih dahulu.

Syekh Ibnu Hajad al-Haitami berpendapat bahwa makruh hukumnya jika seseorang dalam kondisi junub lalu makan dan minum sebelum membasuh kemaluan dan berwudhu.

Baca Juga: Warkop di Gresik Dilarang Karaoke dan Dangdutan Keras-keras

“Dimakruhkan bagi junub, makan, minum, tidur dan bersetubuh sebelum membasuh kemaluan dan berwudhu. Karena ada hadits shahih yang memerintahkan hal demikian dalam permasalahan bersetubuh, dan karena mengikuti sunah Nabi dalam persoalan lainnya, kecuali masalah minum, maka dianalogikan dengan makan.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Minhaj al-Qawim, Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jeddah, Dar al-Minhaj, 2011, juz 2, halaman 71).

Load More