SuaraSumbar.id - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan pemerintah akan mengafirmasi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia.
Yaqut tidak mau ada kelompok beragama minoritas yang terusir dari kampung halaman mereka karena perbedaan keyakinan.
"Mereka warga negara yang harus dilindungi," kata Yaqut saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Kamis (24/12/2020).
Gus Yaqut juga menyatakan bahwa Kementerian Agama akan memfasilitasi dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan yang ada.
"Perlu dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan. Kementerian Agama akan memfasilitasi," katanya.
Pernyataan itu merespons permintaan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra agar pemerintah mengafirmasi urusan minoritas. Hal ini disampaikan secara daring pada forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Jakarta, Selasa (15/12/2020).
"Terutama bagi mereka yang memang sudah tersisih dan kemudian terjadi persekusi, itu perlu afirmasi," kata Azyumardi.
Menurut Azyumardi, afirmasi kurang tampak diberikan pemerintah kepada kelompok minoritas. Misalnya, saat pemeluk agama minoritas ingin mendirikan tempat ibadah.
Azyumardi mengatakan bahwa para pengungsi Syiah di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram harus mengalami persekusi oleh kelompok Islam 'berjubah.'
Baca Juga: Balik ke Aswaja, Pengungsi Eks Syiah Sampang Dihadiahi 239 Sertifikat Tanah
Namun, persoalan intoleran itu, menurut Azyumardi, bukan muncul di kalangan umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama lain di Indonesia.
"Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja.Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun," kata Azyumardi.
Ia berpendapat bahwa akan sulit bagi kelompok yang memiliki relasi kekuatan (power relation) minim di suatu lokasi bisa mendapat restu mendirikan tempat ibadah tersebut dari kelompok yang memiliki relasi kekuatan yang lebih kuat.
"Ini masalah power relation sebetulnya. Siapa yang merasa dia mayoritas. Jadi, yang begini-begini, power relation yang harus diatur begitu, ya (oleh Pemerintah). Bagaimana supaya adil," katanya.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 yang mendasarkan pendirian rumah ibadah pada komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa menjadi sulit dilakukan ketika relasi kekuatan tadi belum merata.
Azyumardi mengatakan bahwa faktor pemekaran daerah yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah juga ikut andil menyebabkan permasalahan tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Harga Emas Turun Tiga Hari Beruntun: Emas Jadi Cuma 2,3 Jutaan di Pegadaian
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
Terkini
-
6 Dampak Buruk Air Hujan yang Mengandung Mikroplastik bagi Kulit, Waspada!
-
Lowongan Kerja Bank BTN Terbaru 2025 untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Link Resminya!
-
CEK FAKTA: Kemenkes Dukung Pemberian Kondom Gratis untuk Mahasiswa Semester 4, Benarkah?
-
CEK FAKTA: Uang Sitaan Koruptor Dibagi-bagi Jadi Bansos Rp 100 Juta per Orang, Benarkah?
-
5 Provinsi Paling Sedikit Dapat Kuota Haji Reguler 2026, Berapa Jatah Haji Sumatera Barat?